kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.880.000   -4.000   -0,21%
  • USD/IDR 16.240   17,00   0,10%
  • IDX 6.914   16,59   0,24%
  • KOMPAS100 1.007   5,50   0,55%
  • LQ45 773   2,01   0,26%
  • ISSI 226   1,95   0,87%
  • IDX30 399   1,82   0,46%
  • IDXHIDIV20 462   1,17   0,25%
  • IDX80 113   0,60   0,53%
  • IDXV30 114   1,34   1,18%
  • IDXQ30 129   0,34   0,27%

SBY: Selamatkan Kelestarian Laut


Kamis, 14 Mei 2009 / 17:19 WIB


Reporter: Sigit Rahardjo | Editor: Hendra Gunawan

MANADO. Lautan kita memang perlu diselamatkan. Itulah inti dari pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pembukaan World Ocean Conference dan Coral Triangle Initiative di Grand Kawanua Convention Center, Kamis (14/5) kemarin.

Dalam pidatonya, SBY menegaskan, seluruh delegasi berkumpul selama WOC untuk membahas tantangan penting, yaitu menyatukan tanggungjawab bersama melindungi lautan. “Kita berkumpul hari ini (kemarin) karena lautan kita dalam keadaan bahaya. Eksploitasi berlebihan, polusi, kepunahan spesies laut, kenaikan batas air laut, perusakan coral reef dan perubahan iklim,” tegasnya.

Karena itu, para pemimpin dunia dan masyarakat harus bersatu untuk melakukan penyelematan lautan beserta isinya. ”Karena tanpa lautan, kita tidak dapat berada di sini atau di manapun,” ujar SBY.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Rodham Clinton dalam sambutannya di pembukaan WOC melalui video, juga menegaskan, semua pihak harus melindungi laut demi masa depan planet bumi. Apalagi, kerusakan ekosistem laut sekarang ini kian parah. “Kini, kondisi kelautan kita menghadapi berbagai permasalahan, mulai dari pengasaman, penangkapan berlebihan yang mengancam sistem ekosistem kelautan, dan polusi telah merusak wilayah pantai,” kata Hillary.

Hillary berharap, WOC membantu dunia memfokuskan perhatiannya kepada hubungan antara laut dan perubahan iklim serta kelanjutan langkah-langkah global untuk menemukan solusi ilmiah. Karena,“Masyarakat di kawasan pesisir terutama di negara-negara berkembang mengalami dampak yang sangat besar dari pemanasan global,” paparnya.

Padahal, menurut mantan ibu Negara AS itu, banyak komunitas pesisir yang bergantung hidup mereka dengan ekosistem laut dalam aktivitas kehidupan mereka. “Dengan menghadapi tantangan laut kita, maka kita akan membantu masyarakat pesisir dan meningkatkan kehidupan yang lebih baik bagi mereka,” paparnya. “Saya menyarankan agar juga memperhatikan aspek kemanusiaan dalam penanganan perubahan iklim,” imbuhnya.

Sebelumnya, para pakar yang menjadi peserta WOC juga mengeluarkan pernyataan bersama. Setidaknya 400 pakar kelautan dan lingkungan dari 24 negara itu mendesak para pemimpin dunia untuk memberikan perhatian dan kerjasama menghadapi ancaman-ancaman yang melanda Samudera Pasifik.

Menurut Direktur Eksekutif Center for Oceanb Sollution, Meg Caldwell, para ilmuwan yang tergabung dalam Global Ocean Policy Day (GPOD) memang mengkhawatirkan tingkat kerusakan lingkungan yang terjadi di Samudera Pasifik. “Ini pertama kali ilmuwan bersatu dan menyatakan pentingnya krisis lingkungan di Pasific,” ujar Caldwell, di Manado, Rabu (14/5) malam.

Dalam keterangan persnya, para ilmuwan itu menyatakan, saat ini polutan organik dari limbah, larutan pupuk, limbah beracun, dan tumpahan minyak telah mencemari Samudera Pasifik. Beragam bentuk pencemaran itu tentu berpotensi mengubah struktur ekosistem dan meningkatkan risiko gangguan kesehatan pada manusia.

Selain itu, habitat laut yang produktif juga rusak akibat praktik penangkapan ikan yang tidak bertanggungjawab terhadap lingkungan. Pengembangan kawasan pantai yang tidak tepat dan ulah industri pembuang limbah cair, semakin memperparah keadaan.

Dampaknya pun sudah jelas di depan mata. Akibat berbagai pengrusakan itu, stok ikan di kawasan Pasifik terus berkurang. Akibarnya, hasil penangkapan ikan menurun drastis. Dan tentu saja, mengganggu keanekaragaman hayati laut.

Menurut para ilmuwan itu, masalah ancaman di Samudera Pasifik ini antara lain bisa dipecahkan dengan menjadikan pemeliharaan kesehatan ekosistem sebagai dasar pembangunan ekonomi, menjadikan mitigasi perubahan iklim sebagai tugas komunitas global, dan mengadopsi strategi adaptasi berlanjut untuk ekosistem dan komunitas manusia untuk menghadapi perubahan iklim.

Dengan ancaman kerusakan seperti itu, dampaknya tentu sangat luas bagi negara-negara yang mempunyai perairan laut di Samudera Pasifik. Apalagi, Pasifik ada samudera terluas di dunia dan tempat ratusan juta penduduk menggantungkan hidupnya.

Jika hal itu terjadi di Samudera Pasifik maka dampaknya akan sangat luas mengingat samudera ini merupakan lautan terluas di bumi, mewakili separuh dari luas lautan dunia dan mendukung kehidupan ratusan juta penduduk.

SBY juga berharap, konvensi iklim di Kopenhagen mau mengadopsi Manado Ocean Declaration mendatang. Dia juga berharap, komunitas internasional jika masyarakat internasional menjalankannya dengan baik maka kehidupan manusia akan memiliki masa depan yang lebih baik.

Presiden yakin, komunitas internasional akan mendengar deklarasi Manado, khususnya UNFCCC, Badan PBB untuk Kerangka Konvensi Perubahan Iklim. “Kita tidak membuat proses baru, namun memperkuat dan melangkapi UNFCCC (badan PBB untuk konvensi perubahan iklim).


SBY berharap, konferensi dan dokumen bersejarah WOD membentuk panggilan kepada dunia untuk memelihara lautan. “Harus jelas bahwa apa yang kila lakukan hari ini bukan untuk membuat proses baru, tapi untuk menguatkan dan melengkapi kerangka UNFCCC,” SBY menegaskan.

Sayangnya, konferensi semegah WOC belum juga lekang dari kritik. Sejumlah LSM lingkungan hidup, seperti Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Koalisi Anti Utang (KAU), Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) dan WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) meminta Manado Ocean Declaration (MOD) mengeluarkan keputusan yang melindungi hak-hak nelayan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×