Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Pertanian (Kemtan) bersama dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melakukan rapat kerja di Komisi IV DPR RI membahas tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengembangan Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan.
Wakil Ketua Komisi IV DPR Michael Wattimena menjelaskan RUU ini masuk dalam prioritas Progam Legislasi Nasional Tahun 2018, nantinya akan menggantikan Undang-Undang (UU) no. 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. “Seperti UU Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, UU Hortikultura, UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani serta UU Perkebunan. Justru yang belum ada adalah UU Pertanian," ujar Michael dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Senin (2/7).
Sementara itu, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan, penyusunan RUU ini dilakukan secara insentif dalam forum lintas kementerian/lembaga. Menurut dia, ada 588 daftar inventarisasi masalah (DIM) dalam pengaturan RUU tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan.
Ia menambahkan, dalam kaitan budidaya pertanian saat ini sudah diatur dengan UU Nomor 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman Pangan, juga telah diundangkan undang-undang sektor pertanian seperti UU Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura, UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Substansi pengaturan dalam UU tersebut masih berlaku. Substansi pengaturan tersebut mengenai ketentuan untuk komoditas tanaman pangan dan hijauan pakan ternak, pupuk, pestisida, serta alat dan mesin pertanian.
“Dalam RUU ini, kami melihat beberapa substansi baru antara lain berkaitan dengan pertanian konservasi, pemanfaatan air, sumber daya genetik pertanian, dan pemuliaan oleh petani kecil dalam negeri,” kata Amran.
Amran mengatakan pemerintah berpendapat bahwa RUU tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan telah memuat cukup lengkap dan mendasar. Selain itu juga telah memperhatikan kewenangan pengaturan yang ada dalam undang-undang sektor yang lain seperti sektor agraria dan tata ruang, sumberdaya air, pembagian kewenangan pusat dan daerah, serta penyempurnaan pengaturan yang telah ada dalam undang-undang sektor pertanian itu sendiri.
"Untuk menghindari disharmonisasi dari berbagai undang-undang, diperlukan adanya kehati-hatian dalam mengatur sistem budidaya pertanian berkelanjutan. Karena sebagian besar komoditas pertanian telah diatur dalam berbagai undang-undang berdasarkan komoditasnya,” lanjut Amran.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News