Reporter: Martina Prianti | Editor: Test Test
JAKARTA. Babak baru Pembahasan Rancangan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (RUU PDRD) mulai menyentuh peran pemerintah daerah (Pemda). Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menegaskan larangan buat Pemda untuk tidak sembarangan menerbitkan aturan PDRD di daerah.
Bila Pemda ngeyel, mereka telah sepakat menambahkan klausul sanksi di dalam RUU PDRD. Direktur PDRD Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan Budi Sitepu mengatakan, masalah sanksi ini sebelumnya belum ada dalam draf usulan pemerintah. "Pemda tak boleh menerbitkan peraturan daerah (Perda) PDRD yang jenisnya tak tercantum dalam Undang-undang (UU)," kata Budi, Jumat (19/9).
Pemberian sanksi ini untuk menegaskan penerapan sistem close list alias daftar tertutup mengenai Perda PDRD. Sayang, Budi mengaku pemerintah masih merumuskan bentuk sanksi kepada Pemda yang melanggar. Budi ingin pemberian sanksi ini bisa berjalan efektif. "Pembahasan masalah sanksi ini di DPR masih menunggu giliran," kata Budi.
Ketua Panitia Khusus RUU PDRD Harry Azhar Azis menyambut baik rencana pemberian sanksi itu. Klausul pemberian sanksi mutlak harus ada untuk mengontrol pelaksanaan RUU PDRD di lapangan.
Harry khawatir, bila tanpa sanksi, daerah tetap bandel memungut PDRD di luar UU. "Sanksi ini agar risiko munculnya Perda PDRD yang memberatkan pelaku usaha dan masyarakat makin kecil," kata Harry.
Saat ini Harry masih menunggu masukan dari fraksi-fraksi DPR lain terkait bentuk sanksi ke daerah. Sanksi ini bisa berbentuk sanksi fiskal dan pidana. Sanksi fiskal bentuknya pemotongan dana alokasi umum, maksimal 25% seperti dalam UU Perimbangan Keuangan.
Sanksi pidana jatuh bila Perda PDRD memberatkan masyarakat dan ada penyalahgunaan dana itu untuk kepentingan pribadi pejabat Pemda. "Kemungkinan aturan pemberian sanksi ini dalam bentuk peraturan pemerintah," kata Harry.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News