kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pajak Lingkungan Harus Tetap Ada


Kamis, 11 September 2008 / 22:44 WIB


Reporter: Martina Prianti | Editor: Test Test

JAKARTA. Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) ternyata tak rela bila pajak lingkungan hilang dari Rancangan Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (RUU PDRD). Staf Ahli Menteri Negara Lingkungan Hidup Sri Hudastuti meminta kepada pemerintah, agar pemerintah daerah (Pemda) tetap mendapat sumber pendanaan untuk kegiatan peningkatan kualitas lingkungan hidup.

Sri mengatakan, penggunaan dana dari pajak yang dipungut pemerintah pusat dan daerah, kurang ditujukan untuk perbaikan kualitas lingkungan hidup. "Pajak lingkungan perlu agar orang tahu ada aturannya," kata Sri, Kamis (11/9).

Namun, Sri juga meminta penerapan pajak ini lebih bijaksana. Dia tak setuju bila pengenaan pajak lingkungan berdasarkan pada penetapan nilai produksi minimal Rp 300 juta. "Kalau segitu, semua pasti kena," kritik Sri.

Seharusnya, pengenaan pajak lingkungan ini menganut prinsip polluter base space. Tugas pemerintah merumuskan besarannya berdasarkan prinsip ini. Agar perhitungan pajak valid, pemerintah harus melakukan kajian lebih dulu. Bila pemerintah malas, penerapan besaran pajak lingkungan akan dipukul rata antara perusahaan yang sedikit mencemari lingkungan dengan perusahaan yang banyak mencemari lingkungan.

Masukan KLH ini tentu sejalan dengan usulan Departemen Keuangan yang mengusung pajak lingkungan ke DPR. Selama ini memang sudah ada peraturan tentang analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) dan retribusi air. "Kalau nanti ada pajak lingkungan, rumusan Amdal dan retribusi air harus berubah," kata Sri.

Menanggapi masukan ini, Ketua Panitia Khusus RUU PDRD Harry Azhar Azis mengatakan, dalam pembahasan pajak lingkungan yang berlangsung Kamis (11/9) malam kemarin, DPR siap mengakomodir keinginan pemerintah bila memang ingin mengenakan pajak lingkungan. Tapi, ada semacam kuota atau batas pencemaran terhadap lingkungan berdasar UU Lingkungan Hidup. "Itu pun dengan catatan, pemerintah harus siap mendapat cap melegalkan pengrusakan lingkungan dengan memungut pajak lingkungan," ucap Harry.

Sementara kalangan pengusaha tanpa banyak bicara langsung menyiapkan uji materi bila pajak lingkungan tetap tertera dalam UU PDRD kelak. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Bidang Kebijakan Publik, Perpajakan, dan Kepabeanan Hariyadi B.Sukamdani menuding pemerintah dan DPR sama sekali tak menggubris masukan pengusaha. "Tak ada alasan pengenaan pajak lingkungan. Masalahnya itu koordinasi pemerintah pusat dan daerah membagi uang pungutan terkait lingkungan," kritik Hariyadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×