Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) akan menekan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022, utamanya dari sisi pembayaran bunga utang.
Kamis (13/10), kurs rupiah spot ditutup melemah tipis 0,03% ke Rp 15.361 per dolar AS. Pelemahan nilai tukar diperkirakan berlanjut hingga akhir tahun sejalan dengan proyeksi kebijakan The Fed yang masih akan menaikkan suku bunganya.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, realisasi pembayarannya utang jatuh tempo dari Surat Berharga Negara (SBN) per akhir Juni mencapai Rp 316,9 triliun. Namun, Kemenkeu tidak memperinci berapa jumlah masing-masing yang akan jatuh tempo baik SBN rupiah maupun valuta asing (valas).
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemkeu Luky Alfirman memperkirakan, kalau pun beban bunga naik, nilainya masih dalam koridor pagu bunga utang di APBN 2022. Pemerintah juga akan menyesuaikan target lelang Surat Utang Negara (SUN), global bond, serta obligasi ritel.
Baca Juga: Penerbitan Global Bond di Akhir Tahun Masih Dipertimbangkan
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, tahun ini porsi SBN paling dominan alias sebanyak 88,2% terhadap total utang pemerintah. Ia mencatat, rasio utang valas terhadap total utang pemerintah tahun ini sebesar 29,7%, sehingga pemerintah perlu mencermati efek pelemahan kurs terhadap beban pembayaran bunga utang ini.
“Ini karena sebagian besar pendapatan pajak dari rupiah. Sementara pembayaran bunga ke utang luar negeri menggunakan valas. Sehingga ada risiko ketidakcocokan mata uang,” tutur Bhima kepada Kontan.co.id, Kamis (13/10).
Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyebut, melemahnya nilai tukar rupiah yang signifikan dalam dua bulan terakhir diperkirakan akan membebani anggaran pembayaran bunga utang pemerintah, terutama untuk SBN yang memiliki jadwal pembayaran kupon di kuartal IV 2022.
Dia memperkirakan, perlemahan rupiah akan menambah beban untang Rp 8 triliun hingga Rp 10 triliun di akhir tahun.
Menurutnya, kondisi ini diperkirakan tidak berdampak terlalu signifikan pada defisit APBN secara umum, seiring dengan beban utang luar negeri pemerintah yang sebagian besar berasal dari SBN rupiah.
Meski perlemahan rupiah berdampak signifikan kepada utang dan bunga jutang pemerintah, Josua mengatakan, kondisi tersebut tidak berdampak terlalu signifikan pada defisit APBN secara umum.
“Hal ini seiring dengan beban utang luar negeri pemerintah yang sebagian besar berasal dari SBN rupiah,” jelasnya.
Baca Juga: Rupiah Melemah Tipis ke Rp 15.361 per dolar AS, Kamis (13/10)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News