kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.172   20,00   0,12%
  • IDX 7.071   87,46   1,25%
  • KOMPAS100 1.057   17,05   1,64%
  • LQ45 831   14,47   1,77%
  • ISSI 214   1,62   0,76%
  • IDX30 424   7,96   1,91%
  • IDXHIDIV20 511   8,82   1,76%
  • IDX80 121   1,93   1,63%
  • IDXV30 125   0,91   0,73%
  • IDXQ30 141   2,27   1,63%

Rupiah prioritas awal Gubernur Bank Indonesia baru


Jumat, 25 Mei 2018 / 10:37 WIB
Rupiah prioritas awal Gubernur Bank Indonesia baru
ILUSTRASI. Perry Warjiyo usai dilantik sebagai Gubernur BI


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) resmi memiliki nakhoda baru. Kemarin (24/5), Perry Warjiyo dilantik sebagai Gubernur BI. Usai dilantik, Perry berjanji akan memprioritaskan stabilisasi kurs rupiah dalam jangka pendek.

Langkah stabilisasi memang diperlukan karena kurs rupiah masih goyah dan dan cenderung melemah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) BI mencatat, kurs rupiah di level Rp 14.205 per dollar AS, Kamis (24/5). Ini merupakan kurs terendah sejak Oktober 2015.

Menurut Perry, dalam rangka stabilisasi kurs rupiah, BI akan memprioritaskan kebijakan moneter. Caranya, dengan mengkombinasikan antara kebijakan suku bunga dan intervensi ganda. "Kemarin (suku bunga) sudah naik 25 basis poin (bps). Kami juga merencanakan untuk lebih pre-emptive, lebih front loading, dan lebih ahead the curve dalam merespon kebijakan suku bunga," kata Perry di Gedung Mahkamah Agung (MA), Kamis (24/5).

Sayang, Perry tidak menjelaskan lebih detil tiga kebijakan moneter yang akan dilakukannya tersebut. Sedangkan untuk langkah intervensi ganda, Perry menyatakan, bank sentral akan menjaga pasokan valuta asing (valas) di pasar. Untuk itu BI akan terus membeli surat berharga negara (SBN) dari pasar sekunder yang dijual asing.

Perry mengatakan, dari awal tahun 2018 hingga Kamis kemarin, operasi pasar BI sudah menghabiskan sekitar Rp 50 triliun untuk membeli SBN di pasar sekunder. Khusus bulan ini, dana yang dihabiskan mencapai sebesar Rp 13 triliun.

Intervensi pasar menjadi penting karena tekanan terhadap nilai tukar rupiah makin kuar dengan kenaikan yield US Treasury dan penguatan dollar AS. Awalnya, BI memperkirakan yield US Treasury pada akhir tahun maksimal mencapai 2,75%. Nyatanya baru-baru ini yield US Treasury sudah melampaui 3%.

Yield US Treasury dan dollar AS menguat seiring rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral AS yang lebih agresif. Disisi lain defisit fiskal AS diperkirakan lebih tinggi yaitu 4% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun ini. Sedang untuk tahun depan 5% dari PDB. "Ini berakibat capital outflow di hampir seluruh negara emerging," kata Perry.

Dorong ekonomi

Selain stabilisasi, BI akan menggunakan empat instrumen untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Pertama, relaksasi kebijakan makroprudensial, terutama mendorong sektor perumahan.

Kedua, mempercepat pendalaman pasar keuangan, khususnya untuk pembiayaan infrastruktur melalui sekuritasasi aset atau melalui penerbitan berbagai obligasi pembiayaan infrastruktur. Untuk itu BI akan berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Keuangan (Kemkeu).

Ketiga, kebijakan sistem pembayaran untuk mendukung ekonomi dan keuangan digital. Caranya melalui pengembangan gerbang pembayaran nasional (GPN), elektronifikasi bantuan sosial, dan pengembangan financial technology (fintech).

Keempat, memperkuat akselerasi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, dengan pengembangan industri halal indonesia, sektor keuangan syariah, maupun riset, edukasi, dan kampanye gaya hidup halal.

Perry optimistis strategi itu bisa mendukung pertumbuhan ekonomi tahun ini hingga sebesar 5,2%. "Kenaikan BI7DRRR tidak akan menghambat perekonomian dalam jangka pendek, kenaikan bunga acuan baru berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi kurang lebih 1,5 tahun ke depan," jelas Perry.

Ekonom Institute Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai rencana kebijakan Perry sudah bagus. Kebijakan-kebijakan itu cocok dalam jangka pendek untuk mendukung stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.

Namun perlu ada kebijakan pendukung, seperti mempermudah izin fintech e-payment. Sebab banyak pelaku industri sistem pembayaran mengeluhkan biaya dan proses pengajuan izin di regulator. Untuk itu menyederhanakan prosedur perlu dilakukan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×