kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Rupiah Kembali Terkapar, Diperkirakan Stagnan Rp 16.000 per Dollar AS Hingga 2025


Rabu, 23 Oktober 2024 / 14:42 WIB
Rupiah Kembali Terkapar, Diperkirakan Stagnan Rp 16.000 per Dollar AS Hingga 2025
ILUSTRASI. Pergerakan Rupiah: Petugas menghitung mata uang Rupiah di Pooling Cash Bank Mandiri, Kamis (15/8/2024). Ekonom meramal rupiah akan melemah ke level Rp 16.000 per dollar AS pada akhir tahun


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kondisi nilai tukar rupiah kembali melemah. Rupiah spot terus melemah pada perdagangan Rabu (23/10) siang. Pukul 11.51 WIB, rupiah spot ada di level Rp 15.621 per dolar Amerika Serikat (AS), melemah 0,35% dari sehari sebelumnya yang ada di Rp 15.567 per dollar AS.

Rupiah melemah 0,3% dibandingkan dengan penutupan Senin (21/10), di level Rp 15.504 per dolar AS. Pergerakan rupiah ini sejalan dengan mayoritas mata uang di Asia.

Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky meramal rupiah akan melemah ke level Rp 16.000 per dollar AS pada akhir tahun, dan bahkan berlangsung hingga pertengahan tahun 2025.

Ia menduga,  Bank Indonesia (BI) secara perlahan membiarkan rupiah melemah ke level Rp 16.000 per dollar AS, namun diarahkan perlahan selama beberapa bulan ke depan. Hal ini karena, BI kemungkinan tidak akan gegabah dalam melakukan operasi valuta asing (valas).

“Saya kira BI tak mau sembarangan operasi valas lagi, karena sudah overvalue rupiah saat ini. Sekali lagi BI hanya menjaga agar pelemahan berlangsung perlahan,” tutur Awalil kepada Kontan, Rabu (23/10).

Baca Juga: Rupiah Berpeluang Lanjut Melemah pada Rabu 23 Oktober 2024, Berikut Sentimennya

Awalil menghitung, setidaknya BI harus mengeluarkan dana sekitar US$ 1 juta dalam satu hari bila ingin melakukan operasi valas. Bahkan menurutnya, sekalipun BI melakukan operasi valas, rupiah diperkirakan masih bergerak stagnan di level Rp 16.000 per dollar AS.

Akan tetapi, bila volatilitas dan kondisi ekonomi global mengalami guncangan yang besar, serta geopolitik mengancam, tidak sekedar geopolitik yang terbatas, rupiah diperkirakan bisa melemah tajam ke level Rp 20.000 per dollar AS.

Menurutnya, cukup sulit untuk menstabilkan nilai tukar rupiah dalam kondisi saat ini. salah satu faktornya yakni kondisi fundamental Indonesia yang belum membaik. indikator fundamental tersebut seperti, kondisi neraca pembayaran yakni transaksi berjalan yang mengalami defisit dan juga kondisi transaksi finansial.

“Neraca hanya bisa diperbaiki jika kondisi keseluruhan ekonomi membaik signifikan. Namun, (untuk memperbaiki) dalam waktu setahun ke depan tak mencukupi,” ungkapnya.

Adapun Awalil menilai, kondisi nilai tukar rupiah mengalami naik turun salah satunya disebabkan kondisi cadangan devisa Indonesia yang tidak tumbuh menggeliat.

Posisi cadangan devisa per akhir September 2024 sebesar US$ 149,92 miliar, atau hanya bertambah 28,48% dari posisi akhir 2014, bila tidak menghitung hadiah cadangan devisa dari hadiah dari IMF pada Agustus 2021 sebesar US$6,2 miliar.

Kondisi cadangan devisa dalam 10 tahun terakhir ini, hanya naik tipis bila dibandingkan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang bisa tumbuh tiga kali lipat.

Menurunnya, Cadangan devisa era Presiden Jokowi tidak meningkat signifikan disebabkan oleh defisit perdagangan barang dan jasa (transaksi berjalan) yang justru makin lebar. Dalam hal khusus, perdagangan barang masih cenderung surplus. Namun neraca jasa keseluruhan mengalami defisit yang semakin lebar.

Saat ini, Awalil menilai, pemerintah dan BI secara langsung kemungkinan tidak bisa memperbaiki neraca transaksi berjalan, dan tak cukup mampu meningkatkan cadangan devisa secara signifikan.

“Tindakan paling mungkin adalah membuat kebijakan yang mendorong perkembangan industri jasa yang terkait ekspor impor. Sekurangnya agar pembayaran atas impor jasa bisa menurun,” jelasnya.

Disamping itu, Ia menilai pengembangan jasa transportasi udara dan laut juga sangat penting, terutama berkaitan dengan angkutan barang ekspor. Misalnya  bisa dengan menambahkan pengembangan industri pariwisata berorientasi ekspor (turis asing) yang lebih serius.

Meski sudah surplus dalam neraca jasa perjalanan ini, nilainya masih berpotensi digenjot untuk memperoleh devisa yang lebih besar.

“Masalahnya dalam kelompok transaksi saja dimaksud termasuk pembayaran keuntungan dan bunga atas modal asing. Pengendalian atas posisinya bisa dilakukan oleh Pemerintah, karena salah satu yang berhutang banyak kepada Luar Negeri (pinjaman dan SBN dimiliki asing) adalah Pemerintah. Sedangkan pembayaran jasa bunga utang bisa ditekan oleh kebijakan BI,” terangnya.

Smenetara itu, Awalil menambahkan, dalam neraca barang, salah satu yang lebih cepat bisa dilaksanakan adalah pengendalian impor. Ia menyebut, kebijakan atas impor mestinya terkoordinasi dan berperspektif jangka panjang.

“Peningkatan ekspor memang butuh waktu lebih lama dibanding pengendalian impor, namun perlu ditentukan strategi dan taktik yang menyeluruh pula,” tandasnya.

Baca Juga: Penguatan Dolar AS Ditopang Rencana Kenaikan Suku Bunga dan Peluang Kemenangan Trump

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×