kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Riset Prakarsa: Peredaran rokok ilegal di Indonesia kurang dari 2%


Rabu, 27 Maret 2019 / 15:44 WIB
Riset Prakarsa: Peredaran rokok ilegal di Indonesia kurang dari 2%


Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan pemerintah tidak menaikkan cukai rokok tahun ini karena khawatir adanya potensi kenaikan perdagangan rokok ilegal ternyata tidak terlalu berdasar. Pasalnya, peredaran rokok ilegal di Indonesia kurang dari 2%, terhadap total rokok yang beredar.

Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa Ah Maftuchan mengatakan, berdasarkan hasil penelitian mereka dari 1.181 bungkus rokok yang diidentifikasi dan diteliti, hanya 20 bungkus rokok atau setara 1,67% yang termasuk rokok ilegal.

Rokok yang disebut ilegal dalam studi tersebut adalah rokok yang tidak punya pita cukai dan tidak ada peringatan kesehatan serta ketidaksesuaian pita cukai dan peringatan kesehatan.

"Tujuan studi ini adalah menguji argumentasi industri rokok dan justifikasi yang disampaikan pemerintah selama ini terkait keputusan tidak menaikkan cukai rokok di tahun ini. Hasilnya tidak membuktikan," kata Maftuchan, dalam acara peluncuran hasil riset dan diskusi publik "Mengukur Rokok Ilegal di Indonesia; Membantah Argumen Industri Rokok", Rabu (27/3).

Perkumpulan Prakarsa juga menjelaskan, konsumsi rokok ilegal umumnya dilakukan masyarakat berpenghasilan rendah. Sekitar 43% pengkonsumsi rokok ilegal memiliki penghasilan kurang dari Rp 1,5 juta per bulan. Sementara hanya 1,8% pengkonsumsi rokok ilegal yang memiliki penghasilan di atas Rp 5 juta per bulan.

Adapun, konsumsi rokok ilegal disimpulkan bukan sebagai perilaku jangka panjang. Hal ini terlihat dari hasil studi yang menunjukkan proporsi perokok yang telah merokok ilegal hanya 20% dari 1.440 responden yang disurvei.

"Penetrasi rokok ilegal kemungkinan besar karena dorongan dari produsen, bukan konsumen. Rokok ilegal di Indonesia cenderung berasal dari produsen skala kecil dan mikro," ujar Peneliti Perkumpulan Prakarsa Rahmanda Thaariq.

Oleh karena itu, Perkumpulan Prakarsa merekomendasikan masih perlunya peningkatan cukai rokok untuk meningkatkan harga rokok dan membuat rokok semakin sulit dijangkau.

Langkanya rokok ilegal di Indonesia bertentangan dengan klaim industri tembakau. "Jangan mengacaukan tujuan kebijakan pajak tembakau," tegas Prakarsa.

Terakhir, pemerintah harus menurunkan tingkatan cukai rokok serta berinvestasi dalam hal administrasi dan penegakan cukai sebagai langkah memerangi perdagangan rokok ilegal.

Sebagai informasi, Perkumpulan Prakarsa merupakan institusi independen yang bergerak dalam bidang riset dan produksi pengetahuan, pengembangan kapasitas dan advokasi kebijakan pembangunan dan kesejahteraan.

Survei terkait peredaran rokok ilegal dilakukan secara representatif nasional terhadap 1.440 perokok di enam kabupaten, yaitu Malang, Lampung Selatan, Tangerang, Gowa, Bandung, dan Banyumas sepanjang 2018. Prakarsa mengumpulkan 1.201 bungkus rokok untuk diidentifikasi lebih lanjut legalitasnya melalui validitas perekat cukai dan gambar peringatan kesehatan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×