Reporter: Bidara Pink | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah menyepakati asumsi dasar ekonomi makro pada tahun 2021. Tapi, semua asumsi dasar ekonomi makro pada tahun 2021 ini ditaksir meleset dari target yang telah disepakati.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memperinci, salah satu yang berpotensi meleset adalah pertumbuhan ekonomi. Pasalnya, dalam asumsi dasar makro ekonomi, pertumbuhan ekonomi 2021 dipatok 5%. Namun, realisasi sementara menunjukkan pertumbuhan ekonomi akan di bawah itu.
“Kami perkirakan keseluruhan tahun hanya di 3,5% yoy hingga 4% yoy. Atau di titik tengah 3,7% yoy. Lebih rendah dari asumsi dasar yang 5,0% yoy,” ujar Sri Mulyani, Senin (3/1) dalam konferensi pers APBN KiTa.
Baca Juga: Anggaran untuk Pembangunan Ibu Kota Negara Baru dan Pemilu 2024 Disiapkan
Selain pertumbuhan ekonomi, ada juga inflasi yang hanya 1,87% secara tahunan atawa year on year (yoy) atau lebih rendah dari patokan semula, yaitu 3% yoy. Ini juga lebih rendah dari kisaran sasaran Bank Indonesia (BI) yang sebesar 3% plus minus 1%.
Tingkat suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) berada di kisaran 6,35% atau lebih rendah dari asumsi awal 7,3%. Nilai tukar rupiah pun di akhir tahun 2021 berada di level Rp 14.312. Sementara asumsinya rupiah bergerak di Rp 14.600.
Baca Juga: Perkiraan Sri Mulyani: Pertumbuhan Ekonomi 2021 Hanya 3,7%
Di sisi lain, harga minyak mentah Indonesia tercatat US$ 68,5 per barel, atau lebih tinggi dari yang ditarget dalam asumsi dasar makro ekonomi yang sebesar US$ 45 per barel. Dalam hal ini, Indonesia mendapat berkah dari booming komoditas.
Sedangkan produksi atau lifting minyak dan gas ada di bawah asumsi. Walau naik harganya, dari sisi produksi rendah. Lifting minyak hanya 662 ribu barel dari asumsi 705 ribu barel. Gas hanya 982 ribu barel dibanding asumsi 1,7 juta barel.
Baca Juga: Tahun Lalu, Defisit Anggaran Capai Rp 783,7 Triliun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News