Reporter: Arif Wicaksono, Dadan M. Ramdan | Editor: Dadan M. Ramdan
Sejak jam tujuh pagi, Syaiful harus bekerja ekstra menata sepeda motor yang jumlahnya mencapai ratusan di sebuah area parkir di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan, tepatnya di belakang gedung Setia Budi One. Rupiah demi rupiah terus mengalir masuk ke kantong Syaiful hingga menjelang tengah malam, ketika semua kendaraan roda dua itu sudah kembali pergi bersama si empunya.
Menunggui ratusan motor berjam-jam memang membosankan. Tapi, pekerjaan itu terbayar dengan hasil yang lumayan besar yang Syaiful dapat saban harinya. Apalagi, pekerjaannya tidak menguras tenaga dan tidak butuh keterampilan khusus. Hanya, duit yang bisa terkumpul bisa mencapai Rp 9 juta hingga Rp 10 juta per bulan. "Dalam satu hari, tempat parkir kami mampu menampung sekitar 200 sampai 300 unit motor," ungkapnya kemarin.
Tarif parkir yang Syaiful kenakan sebesar Rp 2.000 - Rp 4.000 per motor. "Ya, bisa terkumpul rata-rata Rp 400.000 sehari," akunya. Uang yang terkumpul itu masih kotor, karena belum dipotong sebesar 40% untuk setoran ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan sebagian lainnya buat jatah jasa keamanan.
Tak jauh berbeda dengan Zakaria, pengelola parkir di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, tepatnya di belakang Plaza Indonesia. Parkirannya mampu menampung 500 motor per hari dengan biaya penitipan sebesar Rp 4.000. "Kalau ramai bisa sampai 500 motor, tapi pas sepi seperti Sabtu atau Minggu paling 250 motor saja," ungkap dia.
Menurut Zakaria, saat ramai, pendapatannya dalam sehari bisa mencapai Rp 600.000. "Total sebulan terkumpul Rp 16 juta," bebernya.
Tapi, omzet sehari itu, sebanyak Rp 275.000 di antaranya mengalir ke penerima setoran dan sisanya dibagi tiga penjaga parkiran. Penerima setoran inilah yang menangani semua urusan dengan pemerintah.
Memang, selama ini parkir menjadi lahan basah pendulang uang. Bisnis yang sangat menggiurkan, terlebih jumlah kendaraan bermotor setiap tahun terus bertambah. Jangan heran, persaingan bisnis parkir makin sengit. Rebutan lapak parkir jalanan kerap terjadi di Ibukota.
Sayangnya, potensi pemasukan dari usaha ini masih bocor ke mana-mana. Azas Tigor Nainggolan, Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta, memperkirakan pendapatan dari parkir on street dan off street jika dioptimalkan sangat besar.
Dengan 16.000 satuan ruang parkir yang ada di bawah pengelolaan Pemerintah DKI, harusya pemasukan lebih dari Rp 25 miliar. Tapi, "Tahun lalu cuma terealisasi Rp 21 miliar," ungkapnya. Sementara, potensi pemasukan pajak dari perusahaan parkir swasta, Azas menambahkan, mestinya bisa lebih dari Rp 300 miliar.
Enrico Fermi, Kepala Unit Pelaksana Perparkiran Dinas Perhubungan Pemerintah Provinsi DKI mengakui, pemasukan parkir selama ini belum optimal. Tahun 2011, Pemerintah DKI Jakarta menetapkan target pendapatan dari pajak parkir sebesar Rp 185 miliar. Tapi, perusahaan swasta pengelola parkir hanya menyetorkan dana sekitar Rp 157,34 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News