Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Kedatangan Raja Arab Saudi, Salman bin Abdulaziz Al Saud tak lantas membuat pemerintah menggantungkan harapan penerbitan surat berharga syariah negara (SBSN) berdenominasi valas (global sukuk) tahun ini. Pemerintah melihat, minat investor negeri petro dollar tersebut terhadap global sukuk pemerintah pada tahun ini tidak terlalu besar.
Rencananya, pemerintah akan menerbitkan global sukuk pada Maret 2017. Besaran global sukuk yang bakal diterbitkan tahun ini minimal sama dengan tahun lalu sebesar US$ 2,5 miliar.
Direktur Strategi dan Portofolio Utang Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengelolaan, Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemekeu) Schneider Siahaan mengatakan, penerbitan global sukuk Indonesia untuk Arab Saudi pada tahun ini tak sebanyak tahun sebelumnya.
Sebab, negara tersebut juga akan menerbitkan surat utang demi membayar subsidi sebagai konsekuensi turunnya harga minyak mentah. "Kami sudah pernah bertemu sih dengan negara-negara teluk dan mereka siap-siap terbitin global bond juga untuk memenuhi budgetnya," kata Scenaider, Senin (27/2).
Lebih lanjut menurutnya, dengan kondisi harga minyak yang masih rendah saat ini, negara-negara yang bergantung pada minyak mentah tersebut masih membutuhkan banyak uang, investasi besar, dan sumber daya manusia (SDM). Negara-negara tersebut, membutuhkan waktu lama untuk bertransisi agar tidak bergantung pada minyak mentah.
Sekadar informasi, investor terbesar global sukuk yang diterbitkan berasal dari Timur Tengah dan negara-negara Islam di Asia. Dalam penerbitan tahun lalu, global sukuk bertenor lima tahun, 42% diantaranya dikuasai oleh investor asal Timur Tengah dan negara-negara Islam di Asia. Sementara sisanya diminati investor Asia yang tidak termasuk Singapura, Hong Kong, dan Korea sebesar 31%, Indonesia 10%, Eropa 15%, dan Amerika 2%.
Sedangkan untuk global sukuk bertenor 10 tahun, 28% diantaranya dikuasai oleh investor Timur Tengah dan negara-negara Islam di Asia. Sementara sisanya diminati oleh investor Asia 25%, Indonesia 10%, Eropa 22%, dan Amerika 15%.
Meski demikian, Scenaider mengaku belum mengetahui negara baru mana yang akan dituju pemerintah. Yang jelas menurutnya, pemerintah akan mengandalkan negara-negara maju dengan pendapatan per kapita yang tinggi seperti Eropa.
"Saving-nya lebih besar, seperti Eropa Barat, Amerika, negara-negara (maju) seperti Jepang," tambah dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News