Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Biaya investasi di Indonesia masih terbilang tinggi. Hal ini terbukti dengan angka Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia yang cukup tinggi bahkan di atas target pertumbuhan ekonomi.
Rata-rata ICOR Indonesia dari 2021 hingga 2022 sebesar 7,6%. Angka tersebut juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara lain seperti Malaysia yang cuma 4,5%, India 4,5% dan Filipina 3,7%.
Analisi Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P Sasmita menilai, terdapat banyak faktor yang menyebabkan ICOR Indonesia menjadi tinggi. Hal tersebut juga bisa menghambat masuknya investasi ke Tanah Air.
Menurutnya, masih banyaknya pungutan liar (pungli), birokratisasi yang berlebihan atau rumit, hingga biaya logistik dan energi yang masih tinggi menjadi penyebab ICOR bertengger dilevel yang tinggi.
Ia menambahkan, sejauh ini insentif yang diberikan pemerintah seperti tax allowance dan tax holiday, serta kemudahan berinvestasi sebenarnya sudah cukup untuk menarik investor. Namun, insentif tersebut dinilai tidak ada artinya jika pungli dan korupsi masih merajalela didunia usaha Tanah Air.
“Pun soal birokratisasi yang berlebihan di berbagai level, terutama di daerah. Masih ada oknum-oknum SDM di daerah yang mempersulit perijinan perusahaan,” tutur Ronny kepada Kontan.co.id, Senin (8/1).
Baca Juga: Pemerintah Perlu Dorong Investasi di Bidang Teknologi untuk Turunkan Angka ICOR
Ronny mencontohkan, belum lama ini terdapat salah satu perusahaan tambang pasir kuarsa anggota Himpunan Panambang Kurasa Indonesia (HIPKI) mensomasi salah seorang oknum pegawai perizinan di daerah. Hal ini karena oknum tersebut mengulur-ngulur penerbitan izin tambang, padahal semua syarat sudah beres.
Nah, kasus tersebut lanjutnya malah menghambat dan mengurangi kepercayaan investor. Disisi lain investor juga menjadi merasa tidak punya kepastian hukum.
“Jadi investor akan berpikir berkali-kali untuk berinvestasi jika masalah ini masih merajalela. Karena itu, harus segera dibenahi sesegera mungkin,” tambahnya.
Ronny juga menyinggung terkait biaya logistik, infrastruktur dasar dan komersial, termasuk utilitas lainya, yang harus dilengkapi pemerintah, terutama di daerah dan kawasan destinasi investasi.
Menurutnya, masih mahalnya biaya logistik nasional akan mengurangi prospek investasi di mata para investor, terutama investor asing.
Masalah lainya adalah harga energi yang masih tinggi di Indonesia. Harga gas dan bahan bakar lainya untuk industri masih terbilang mahal. Ia mencatat, harga energi dalam negeri ini menjadi salah satu keluhan pada calon investor.
“Jadi yang harus dibenahi bukan hanya platform perizinannya saja, tapi juga SDM-SDM yang mengurusnya. Lalu tekan biaya logistik dan biaya energi ke level yang kompetitif dibanding negara-negara seperti Vietnam, Malaysia, atau China, misalnya,” ungkap Ronny.
Lebih lanjut, Ronny menyampaikan untuk mencapai angka ICOR yang ideal di sekitar 4% hingga 5% memang tidak mudah. Menurutnya, perlu keseriusan dan konsistensi dalam mengatasi berbagai masalah yang menghambat penurunan ICOR.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News