kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.755   0,00   0,00%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Proses seleksi anggota KPI dinilai cacat hukum


Kamis, 11 Juli 2013 / 12:16 WIB
Proses seleksi anggota KPI dinilai cacat hukum
ILUSTRASI. wealth management BCA di tahun 2021 melonjak tajam


Reporter: Adhitya Himawan | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Koordinator Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP), Eko Maryadi, menilai proses seleksi Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) oleh DPR telah cacat hukum. Sebab, proses pemilihan itu telah mengabaikan Peraturan KPI dan Undang-Undang Penyiaran.

Eko menjelaskan, KIDP telah mencermati secara seksama proses pemilihan anggota KPI Pusat periode 2013-2016 melalui kinerja Tim Seleksi (Timsel KPI) dan Komisi I DPR.

Hasilnya, menurut Eko, proses seleksi pemilihan anggota KPI Pusat ia anggap cacat hukum."Karena tidak sesuai dengan Peraturan KPI Nomor 2/P/KPI/04/2011 tentang Pedoman Rekrutmen Komisi Penyiaran Indonesia pasal 3 ayat 4," jelas Eko, Kamis, (11/7). 

Eko yang juga Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia itu, menambahkan, peraturan KPI tadi merupakan terjemahan pasal 10 ayat (2) dan (3) UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Intinya menyatakan bahwa anggota KPI dipilih oleh DPR atas usul masyarakat yang dalam hal ini diwakili KPI. Anggota KPI Pusat secara administratif ditetapkan oleh Presiden.

Selanjutnya dijelaskan oleh UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran pasal 8 bahwa KPI sebagai wujud peran serta masyarakat berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat penyiaran juga mempunyai wewenang membuat peraturan.

"Itulah sebabnya peraturan KPI Nomor 2/P/KPI/04/2011 tentang Pedoman Rekrutmen yang telah dibuat KPI melalui rapat lengkap dengan KPID se-Indonesia tidak bisa diabaikan begitu saja," ujar Eko.
 
Faktanya, menurut Eko, Timsel KPI Pusat yang ditetapkan oleh Komisi I DPR-RI ternyata hanya 3 (tiga) orang, yakni Ichwan Sam (MUI/masyarakat), Edy Lisdiano (kuasa hukum KPI), dan Mochamad Riyanto (Ketua KPI Pusat periode 2010-2013).

Komposisi tersebut menunjukkan tidak terpenuhinya jumlah dan unsur yang diatur dalam peraturan KPI No.2/P/KPI/04/2011 yang mengakibatkan cacat hukum dan hilangnya kredibilitas Tim Seleksi (Timsel) KPI Pusat.

Proses seleksi pemilihan anggota KPI Pusat periode 2013-2016 oleh tiga anggota Timsel KPI Pusat adalah cacat prosedur. Sebab, pemilihan itu tidak sesuai dengan rencana kegiatan seleksi dan aturan yang dibuat KPI sendiri.

Antara lain, pembatalan uji kompetensi 27 calon anggota KPI oleh Tim 9 untuk menghasilkan 18 calon (kegiatan nomor 12, lampiran 2), dan Uji Publik terhadap calon anggota KPI (kegiatan nomor 13, lampiran 2).
 
Oleh sebab itulah, Eko menyayangkan tindakan Komisi I DPR pada 2-3 Juli 2013, Komisi I DPR RI langsung mengadakan fit and proper test terhadap 27 calon anggota KPI, dengan melewati prosedur kegiatan nomor 12 dan 13 yang sudah ditetapkan sendiri oleh Timsel KPI Pusat. Proses pemilihan calon anggota KPI itu dilakukan sangat terburu-buru dan terkesan menggampangkan persoalan.

Dua poin di atas membuktikan bahwa proses pemilihan anggota KPI Pusat periode 2013-2016 bermasalah secara legalitas maupun prosedural. 

"KIDP sebagai koalisi organisasi masyarakat sipil yang peduli pada isu demokratisasi penyiaran menyesalkan kecerobohan ini dan menyatakan hasil kerja Tim Pansel KPI Pusat periode 2013-2016 tidak bisa diterima," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×