kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

KPI nilai ada kejanggalan munculnya Net TV


Senin, 24 Juni 2013 / 23:19 WIB
KPI nilai ada kejanggalan munculnya Net TV
ILUSTRASI. Astra International (ASII) mencatat pertumbuhan penjualan mobil 81,14% sepanjang tahun 2021.


Reporter: Arif Wicaksono | Editor: Amal Ihsan

JAKARTA. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyatakan ada kejanggalan dalam proses aksi korporasi yang dilakukan PT Net Mediatama Indonesia pemilik Net TV. Pembelian saham mayoritas yang diperkirakan mencapai 95% pada PT Televisi Anak  pemilik Space Toon dinilai telah bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Komisioner KPI, Judhariksawan, mengatakan, tidak ada larangan terhadap perubahan nama siaran, namun idealnya perubahan tersebut menunggu evaluasi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) serta KPI terkait isi siaran. "Ada kejanggalan dalam pengalihan pengguna frekuensi dari space toon kepada Net TV sehingga KPI dalam waktu dekat akan mengeluarkan legal opinion (opini resmi)," ujarnya kepada Kontan.

Seperti diketahui,  Net TV yang didirikan mantan Direktur Utama Trans TV Net TV telah membeli secara mayoritas kepemilikan saham Space Toon. Net TV sendiri sudah resmi diluncurkan sejak 26 Mei 2013 lalu.

Menurut Judhariksawan, frekuensi merupakan milik publik sehingga ketika ada perusahaan yang tidak mampu mengelolanya harus dikembalikan kepada publik. "Kita tahu Space Toon sedang mengalami kesulitan. Seharusnya jika tidak mampu frekuensi dikembalikan dulu kepada pemerintah, baru kemudian dilepas kembali oleh pemerintah," ujarnya.

Hal tersebut juga sudah sesuai dengan amanat UU Penyiaran dan peraturan turunannya. KPI juga menilai seharusnya pemerintah meluruskan hal ini.

Judhariksawan mengatakan, pihak Net TV seharusnya juga memberitahukan rencana aksi korporasi kepada KPI secara resmi. "Laporan harus secara resmi diberikan kepada KPI. Selama ini hanya informasi informal saja yang diterima KPI," ujarnya.

Sebagai info, KPI sendiri telah memanggil Net TV untuk memberikan klarifikasi pada 5 Juni 2013 lalu yang dihadiri Direktur Utama Net TV Deddy Haryanto. Dalam pertemuan tersebut diketahui, PT NET Mediatama, membeli saham yang berujung dengan kepemilikan frekuensi Space Toon. "Akhirnya kami juga tahu bahwa laporan diberikan kepada KPID DKI Jakarta," ujarnya.

Menurut Judhariksawan, alasan Net TV menginformasikan kepada KPID disebabkan tayangan berlaku untuk TV lokal Space Toon di Jakarta. Walaupun faktanya, Space Toon merupakan TV berjaringan yang juga bersiaran di daerah lainnya yaitu Maluku Utara, Jakarta, Jawa Barat, Bandung, Surabaya dan Garut.

Judhariksawan mengatakan, untuk menerbitkan legal opinion, KPI meminta Net TV memberikan kronologis perubahan stasiun televisi dari Spacetoon menjadi Net TV dengan melampirkan data pendukung. Tetapi pihak Net TV sampai saat  ini belum juga memberikan data yang diminta KPI.

Judhariksawan menambahkan, ketidakjelasan penanganan kasus merger atau akuisisi dalam industri penyiaran akibat terbitnya beberapa peraturan turunan dari UU Penyiaran. Ia menilai, UU Penyiaran sudah jelas mengatur bahwa KPI melakukan pengawasan di sektor penyiaran.

"Aturannya jelas bahwa KPI melakukan pengawasan tidak hanya untuk konten atau isi siaran saja," ujarnya.

Namun, pemerintah memotong kewenangan KPI dengan hanya mengawasi isi siaran saja lewat kehadiran Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran TV Swasta.

Pihak KPI juga sedang menuntut penguatan peran KPI dalam hal ini juga kewenangan dalam memberikan izin siaran melalui revisi UU Penyiaran. "Tidak perlu tuntut revisi PP 50/2005 tetapi akan kita kawal revisi UU Penyiarannya," ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Gatot S Dewabroto, mengatakan, izin siaran memang tidak dapat dipindahtangankan atau diperjualbelikan. "Ketentuan UU Telekomunikasi dan UU Penyiaran memang seperti itu (izin tidak bisa pindah tangan atau diperjualbelikan," ujarnya.

Namun, Gatot mengakui, meski izin siaran tidak dapat dipindahtangankan, namun Gatot bilang, pelaku industri penyiaran bisa mengakalinya. Caranya adalah, dengan membeli induk (holding) dari perusahaan dari stasiun televisi tersebut.

Dia bilang, kalau perubahan induk perusahaan memang diperbolehkan. Namun begitu, kata Gatot, penggabungan SCTV dan Indosiar, pelaku industrinya tetap melapor ke Kemkominfo, dan ke KPI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×