Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang 2017, pemerintah lewat Kementerian Keuangan (Kemkeu) telah merumuskan dan menerbitkan beberapa aturan baru terkait perpajakan yang akan berlaku pada tahun 2018 ini. Aturan-aturan tersebut dibuat dalam rangka reformasi baik dalam hal pajak maupun bea cukai.
Yang pasti akan berlaku tahun depan adalah pertama, Undang-Undang(UU) No 9/2017 tentang Pengesahan Peraturan Pengganti Undang-Undang(Perppu) untuk Kepentingan pertukaran informasi keuangan untuk perpajakan atau Automatic Exchange of Information (AEoI). UU ini adalah senjata baru bagi pemerintah untuk mendongkrak penerimaan pajak tahun 2018.
Dengan UU ini, semua lembaga keuangan wajib memberikan laporan yang berisi informasi keuangan nasabahnya kepada Ditjen Pajak. Dalam pelaksanaannya, batas saldo nasabah perbankan perorangan dalam negeri yang wajib dilaporkan secara otomatis oleh lembaga keuangan adalah minimal Rp 1 miliar.
Aturan ini pada awalnya sempat menimbulkan polemik. Sebab, aturan turunan yang menyebutkan saldo minimal itu dianggap tidak sesuai dengan kesepakatan Automatic Exchange Of Information (AEoI) yakni sebesar US$ 250.000 atau setara Rp 3,3 miliar.
Dari kalangan UMKM misalnya, Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) menyatakan bahwa batas minimum yang ditetapkan tetap ada di dalam kerangka usaha kecil dan menengah.
“Aturan ini dibuat mengarah pada kesepakatan internasional (AEoI). Harusnya merujuk pada aturan internasional juga Rp 3,3 miliar agar ada kesetaraan," kata Ketua Umum Akumindo Ikhsan Ingratubun.
Meski masih ada pro kontra, pertukaran data perpajakan untuk nasabah domestik sudah pasti akan berjalan pada April 2018. Sementara untuk internasional pada September 2018.
Kedua, Kemkeu menyatakan aturan kenaikan batas pembebasan bea masuk barang bawaan penumpang dari luar negeri menjadi US$ 500 atau Rp 6,75 juta per orang.
Aturan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 203/PMK.04/2017 berlaku mulai 28 Januari 2018. Sebelumnya batasnya US$ 250 atau Rp 3,3 juta per orang.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Suryadi Sasmita mengapresiasi kebijakan ini sebab selain menaikkan threshold, aturan baru juga menghapus kategori keluarga.
Dia menyarankan agar pemerintah memberikan fasilitas one stop service bagi penumpang pesawat yang bepergian ke luar negeri untuk memangkas waktu administrasi. "Kalau semua sebelum berangkat mesti declare di bandara sebelum berangkat, kita keburu ketinggalan pesawat," ujarnya.
Meski sudah ada dua yang telah rampung dan siap berlaku pada 2018. Masih ada aturan lainnya yang direncanakan untuk berlaku tahun depan namun pemerintah belum rampung menyusun payung hukumnya.
Pertama, penurunan tarif pajak final bagi pelaku UMKM. Jika saat ini UMKM dikenakan pajak final 1% dari omzet per tahun, akan diturunkan menjadi 0,25% dari omzetnya. Dalam RAPBN 2018, pemerintah telah memasukkan rencana ini.
Rencana ini akan tertuang dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak dengan peredaran bruto tertentu.
“Seharusnya UMKM tidak perlu kena pajak lagi walau 0,25% seperti di China malah Pemerintahnya memberikan subsidi kepada UMKM agar tumbuh sebagai pilar ekonomi di negaranya,” kata Ikhsan kepada KONTAN belum lama ini.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara sebelumnya bilang, selain aspek PPh, pemerintah juga akan memastikan kemudahan peraturan pajak pertambahan nilai (PPN). Dengan tarif murah dan perhitungan sederhana, diharapkan bisa mendongkrak kesadaran UMKM bayar pajak.
Kedua, aturan terkait tiga barang kena cukai (BKC) baru, di antaranya adalah plastik kresek, minuman berpemanis, dan emisi kendaraan bermotor. Dari ketiganya, pemerintah melihat prioritas kepada plastik kresek dan minuman berpemanis.
Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Marizi Z Sihotang mengatakan, untuk cukai plastik kresek, pihaknya tengah menunggu undangan dari Komisi XI DPR RI untuk pembahasan. “Kami sudah kirim permintaan ke DPR untuk bahas, tetapi kami masih tunggu undangan pembahasan. Dunia usaha masih ada yang keberatan, tapi ada yang tidak. Menurut kami ini biasa,” katanya.
Sementara itu, untuk cukai minuman berpemanis, Marizi mengatakan, mekanisme pengenaannya nanti akan dilihat dari seberapa besar kadar gula dalam sebuah minuman, “Iya, kurang lebih demikian,” ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News