Reporter: Ratih Waseso | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Revisi Undang-Undang (UU) Pemilu diputuskan keluar dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas pada tahun 2021. Ketua Departemen Politik Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nabil Ahmad Fauzi menyebut sampai saat ini pihaknya masih dengan keputusan yang sama, yaitu mendorong adanya revisi UU tersebut.
Nabil menyampaikan terdapat empat alasan PKS masih bertahan mendorong adanya revisi UU Pemilu. "Sikap PKS sampai dengan sampai dengan terakhir keputusan prolegnas 2021, PKS tetap mendorong atau meminta revisi undang-undang pemilu ini," kata Nabil salam diskusi daring pada Sabtu (13/3).
Baca Juga: Dikeluarkan dari prolegnas, pemerintah disebut tak setujui revisi UU Pemilu
Pandangan pertama ialah, terkait dengan faktor teknis. PKS memandang seharusnya pemerintah dapat berkaca dari pelaksanaan Pemilu pada 2019 lalu. Maka faktor teknis dan kerumitan akan jadi pekerjaan rumah yang besar bagi Indonesia.
"Ini kan jadi catatan bahwa faktor kesiapan dan kerumitan teknis pelaksanaan itu menjadi PR besar bagi kira. Kalau tadi tantangan datang pada penyelenggara untuk bagaimana merapikan dan mempersiapkan kembali dengan persiapan yang matang," jelasnya.
Maka Nabil menyebut persiapan perlu dibuat tahapan yang jelas secara komprehensif dengan simulasi yang bertahap. Catatan pertama yang ditekankan PKS ialah memperhatikan faktor kesiapan dan kerumitan teknis pelaksanaan pemilu serentak.
Kedua, PKS melihat Pilkada merupakan hak rakyat secara filosofis untuk memilih pemimpin daerah. Maka diperlukan basis legitimasi, di mana Nabil menyebut, dalam situasi pandemi diperlukan kepemimpinan yang kukuh secara legitimasi, berbasis dari election bukan selection.
Ketiga, terkait potensi terhambatnya proses akselerasi pembangunan karena adanya pengangkatan Pejabat (Pj) Kepala Daerah selama kurang lebih dua tahun sebelum pemilu serentak. Diketahui bahwa ada beberapa daerah yang periode jabatan pemimpinnya habis pada tahun 2022 atau 2023.