Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Wahyu T.Rahmawati
JAKARTA. Badan Anggaran (Banggar) DPR akhirnya mencabut kembali persetujuan atas usulan tambahan penyertaan modal negara (PMN) untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan (RAPBN-P) 2017. Jumlah tambahan PMN BUMN yang disetujui, yakni sebesar Rp 2,38 triliun.
Tambahan tersebut menyebabkan anggaran PMN BUMN dalam RAPBN-P 2017 berubah menjadi Rp 6,38 triliun.
Ketua Banggar DPR Azis Syamsuddin mengatakan, pencabutan persetujuan tersebut menyesuaikan dengan kesepakatan antara pemerintah dengan Komisi VI DPR. Kesepatan tersebut, yaitu untuk melakukan pendalaman lebih lanjut mengenai tambahan PMN BUMN.
"Atas perkembangan pembahasan di Komisi VI, apakah setuju untuk dicabut (persetujuan) PMN dua BUMN tersebut?," kata Azis dalam rapat kerja antara pemerintah dan Bank Indonesia dengan Banggar DPR, Kamis (13/7) malam.
Tambahan anggaran PMN BUMN sebesar Rp 2,38 triliun tersebut, merupakan tambahan PMN untuk PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebesar Rp 2 triliun. Sementara Rp 379,3 miliar sisanya adalah tambahan PMN untuk PT Djakarta Lloyd (Persero).
Dalam rapat yang digelar pemerintah yang dipimpin oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Komisi VI DPR, disepakati perlunya pendalaman pembahasan PMN itu selama sepekan ke depan sebelum pengesahan RAPBN-P 2017. Sebab, Komisi IV menilai, salah satu perusahaan tak layak mendapatkan tambahan PMN lantaran kinerja perusahaannya diragukan.
Wakil Ketua Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso mempertanyakan tambahan PMN untuk PT Djakarta Lloyd. Pasalnya menurut Bowo, hingga saat ini perusahaan pelat merah tersebut tidak memiliki kapal yang beroperasi.
"Dan kinerja Djakarta Lloyd itu hanya jadi agen atau calo. Dia dapat kontrak tapi dipihak ketiga kan," kata Bowo saat rapat kerja antara pemerintah dengan Komisi VI, Kamis (13/7).
Lebih lanjut menurut Bowo, pendapatan perusahaan itu hanya Rp 10 miliar per tahun. Sementara utangnya mencapai Rp 1,3 triliun, meski sudah dihitung ulang menjadi Rp 700 miliar-Rp 800 miliar.
"Kalau ini diberikan ini sama saja membeli aset dengan ekuitas. Bahaya Bu. Sekarang bagaimana risikonya kalau itu kami biarkan? Enggak sehat Bu. Ini hanya menjadi calo, artinya ini bekerjanya mendapat proyek di pihak ketiga, besok kita bahas, supaya kita tidak salah bersama dalam PMN," tambah dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News