kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perekonomian global melambat, Bank Dunia soroti sejumlah risiko di 2019


Rabu, 09 Januari 2019 / 15:23 WIB
Perekonomian global melambat, Bank Dunia soroti sejumlah risiko di 2019


Reporter: Grace Olivia | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertumbuhan ekonomi global diproyeksi melambat sepanjang tahun ini, yakni 2,9% secara tahunan. Ekonomi dunia, terutama kelompok negara berkembang, rentan terhadap berbagai risiko global seperti mengetatnya kebijakan bank-bank sentral, perdagangan global dan aktivitas industri yang melamban, dan tekanan pada pasar keuangan yang meningkat.

Dalam laporan World Economic Prospects 2019, Bank Dunia menyebut, laju pengetatan moneter global yang lebih cepat berpotensi menyeret pertumbuhan ekonomi lebih rendah, terutama bagi negara berkembang. Kendati investor memprediksi kenaikan suku bunga The Federal Reserve bakal berakhir tahun ini, bank sentral Amerika Serikat (AS) masih melanjutkan sinyal kenaikan suku bunga yang berpotensi meningkatkan biaya pinjaman (borrowing cost) lebih tinggi lagi.

"Naiknya biaya pinjaman dapat meningkatkan kecenderungan risk-aversion oleh investor dan menyebabkan aliran modal ke pasar negara berkembang terhenti," terang Bank Dunia dalam laporannya.

Belum lagi, penguatan dollar AS lebih lanjut akibat kenaikan suku bunga bakal kembali menggerus mata uang sejumlah negara emerging market. Jika krisis mata uang terjadi, kontraksi perekonomian pada negara-negara yang terimbas pun tak terhindarkan layaknya yang terjadi pada Argentina dan Turki tahun lalu.

Banyak negara berkembang dihadapkan pada tantangan membiayai defisit neraca berjalan yang besar dan sangat bergantung pada aliran modal masuk yang fluktuatif. Seiring dengan tingkat utang luar negeri jangka pendek yang tinggi dan cadangan mata uang asing yang rendah, ini membuat negara-negara tersebut terekspos pada perubahan kondisi pembiayaan eksternal sehingga semakin tertekan.

Selanjutnya, Bank Dunia juga masih menyoroti tensi perang dagang jika kenaikan tarif antara AS dan China kembali berlanjut. Tarif dagang baru yang lebih tinggi lagi akan menekan perdagangan bilateral AS-China, meningkatkan permintaan untuk barang pengganti yang lebih mahal, dan berujung pada pertumbuhan ekonomi kedua negara yang melambat.

Perang dagang juga akan memengaruhi strategi investasi perusahaan multinasional dan menyebabkan perubahan dalam rantai nilai (value-chain). "Beberapa negara memang dapat mengambil manfaat dari perang dagang untuk jangka pendek, namun efek negatif dari pelemahan ekonomi AS atau China akan lebih mendominasi global," terang Bank Dunia.

Secara keseluruhan, Bank Dunia mencatat, penurunan 1 percentage point (poin persentase) pada pertumbuhan ekonomi AS akan berdampak setahun setelahnya terhadap penurunan pertumbuhan ekonomi negara maju maupun negara berkembang sebesar masing-masing 0,6 poin persentase. Begitu pun dengan China, di mana penurunan 1 poin persentase pada pertumbuhannya berdampak pada pengurangan 0,3 poin pada pertumbuhan negara maju dan 0,6 poin pada negara berkembang.

Selanjutnya, Bank Dunia juga mengimbau masih adanya potensi risiko konflik geopolitik yang mulai mencuat sejak tahun lalu. Misalnya, keberlanjutan proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit), pemilihan umum di berbagai negara berkembang termasuk Indonesia, serta kondisi geopolitik di Timur Tengah yang kerap berkaitan dengan produksi dan harga minyak dunia. Seluruh risiko tersebut patut diwaspadai dan diantisipasi oleh seluruh pemangku kebijakan moneter maupun fiskal di setiap negara berkembang sepanjang 2019 ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×