Reporter: Irma Yani, Christine Novita Nababan | Editor: Edy Can
JAKARTa. Setelah sempat buntu, pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menemui titik terang. Pemerintah dan Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bidang Kesehatan dan Jaminan Sosial akhirnya menyepakati pembentukan BPJS yang nirlaba.
Kesepakatan itu merupakan hasil forum lobi antara Pemerintah dan DPR, Selasa (15/12). "Saat ini sudah lebih mengerucut, BPJS ini mungkin bentuknya adalah nirlaba. Dan institusi ini tujuan utamanya adalah untuk kepentingan peserta," kata Menteri Keuangan Agus Martowardojo, Rabu (15/12). Sayang, mantan Direktur Utama Bank Mandiri itu tak bersedia memaparkan mengapa akhirnya pemerintah menyetujui pembentukan BPJS yang nirlaba.
Dalam dua kali pembahasan RUU BPJS sebelumnya, yakni pada 20 Oktober 2010 dan 23 November 2010, pemerintah dan DPR menemui jalan buntu (deadlock). DPR mengusulkan agar pemerintah membentuk BPJS yang nirlaba. Di sisi lain, pemerintah tetap bersikukuh tidak mau mencantumkan kalimat nirlaba dalam RUU BPJS.
Dalam forum pembahasan kedua RUU BPJS, 23 November lalu, pemerintah dan Komisi IX memutuskan menunda pembahasan dan kembali melakukan lobi-lobi. Akhirnya, dalam forum lobi yang berlangsung kemarin, pemerintah dan DPR sepakat pembentukan BPJS nirlaba.
Belum jelas bentuknya
Menurut Agus, meski telah disepakati BPJS nirlaba, saat ini pembentukan BPJS sendiri masih belum ditentukan apakah akan berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau wali amanat.
Yang jelas, pemerintah menginginkan agar BPJS kelak bermanfaat dan kegiatannya semata hanya untuk kepentingan peserta. "Kami ingin jaga tata kelolanya yang best practice sehingga dana dan operasionalnya sesuai dengan visinya," kata Agus.
Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU BPJS Zuber Safawi mengapresiasi sikap pemerintah yang bersedia menerima usulan DPR. "Pemerintah mulai memahami keinginan DPR," ucapnya.
Catatan saja, RUU BPJS merupakan amanat UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Namun, di UU tersebut masih tidak secara tegas menyebutkan bahwa BPJS harus menjadi lembaga nirlaba.
Atas dasar itu pula, pemerintah sempat bersikeras menolak usulan BPJS harus menjadi lembaga nirlaba. "Pemerintah akhirnya menyadari dan substansi ini yang sudah menemui titik terang," ujar Zuber.
Mengenai penyelenggaraan BPJS itu berupa multi atau single provider, BPJS termasuk swasta atau BUMN, sejauh ini belum ada kesepakatan antara DPR dan pemerintah. Yang jelas, kalau BPJS berbentuk BUMN, maka harus berorientasi pada pencarian keuntungan. "Dan ini bertentangan dengan prinsip BPJS yang nirlaba," terang Zuber mengingatkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News