kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.921   9,00   0,06%
  • IDX 7.199   58,54   0,82%
  • KOMPAS100 1.106   11,37   1,04%
  • LQ45 878   11,64   1,34%
  • ISSI 221   1,06   0,48%
  • IDX30 449   6,23   1,41%
  • IDXHIDIV20 540   5,82   1,09%
  • IDX80 127   1,42   1,13%
  • IDXV30 134   0,44   0,33%
  • IDXQ30 149   1,71   1,16%

Penundaan Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur Dinilai Hanya Bersifat Politis


Rabu, 13 Desember 2023 / 13:47 WIB
Penundaan Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur Dinilai Hanya Bersifat Politis
ILUSTRASI. Pemerintah resmi menunda pelaksanaan kebijakan penangkapan ikan terukur. ANTARA FOTO/Ampelsa/aww.


Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah resmi menunda pelaksanaan kebijakan penangkapan ikan terukur (PIT) berbasis kuota yang semula diterapkan tahun depan menjadi tahun 2025. 

Merespon hal ini Pengamat kemaritiman Abdul Halim menduga alasan utama penundaan ini adalah terkait alasan politis pemerintah. Terlebih, tahun depan ada hajatan agung yaitu pemilihan presiden. 

"Ini dilakukan penguasa agar tidak mengganggu target suara yang diharapkan oleh paslon yang diusungnya di kalangan masyarakat perikanan," kata Halim pada Kontan.co.id, Rabu (13/12). 

Baca Juga: Menteri KKP Beberkan Alasan Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur Ditunda

Terlepas dari itu, Halim mengakui memang masih banyak hal yang perlu dibenahi sebelum pemerintah menerapkan kebijakan PIT. 

Beberapa diantaranya adalah berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat perikanan, khususnya nelayan kecil, pra dan pasca melaut. 

"Misalnya, mekanisme perizinan meski sebagian sudah dilakukan digitalisasi, namun terkadang justru menjadi hambatan antara pusat dan daerah) dan akses terhadap BBM," jelas Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan tersebut.

Abdul juga menilai, kapasitas pengawasan di laut yang belum memadai masih menjadi kendala yang membutuhkan pemerataan Sumber Daya Manusia (SDM) dan alokasi anggaran yang cukup serta tepat guna. 

Misalnya, kebutuhan untuk pendirian Stasiun Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Ternate untuk perairan 715 yang berbatasan langsung dengan Laut Sulawesi dan negara tetangga (Filipina), serta menjadi jalur perdagangan internasional (ALKI 3). 

Hal mendasar lainnya yaitu belum disiapkannya pembaruan data berkaitan dengan stok ikan yang tersedia dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan. 

"Bila hal ini tidak tersedia, pertanyaan besarnya adalah apa rujukan untuk pembagian kuotanya?," jelas Abdul. 

Baca Juga: KKP: Illegal Fishing di Laut Indonesia Didominasi Kapal Negara Vietnam

Pendek kata, Abdul menilai, kebijakan PIT ini memang perlu ditinjau ulang. Ia mengatakan bahwa selama ini kebijakan ini terkesan spontan dan hanya untuk kepentingan ekonomi jangka pendek. Padahal, ada hal mendasar terkait kelautan yang belum tersistem dengan baik. 

Diketahui, beberapa waktu lalu KKP menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor B.1945/MEN-KP/XI/2023 Tentang Relaksasi Kebijakan Pada Masa Transisi Pelaksanaan Penangkapan Ikan Terukur. 

Surat edaran itu menyebutkan PIT berbasis kuota 2024 ditunda dan akan dilaksanakan pada 2025. Dalam aturan itu tertulis pemberian kuota penangkapan ikan, PNBP untuk pemindahan kuota penangkapan ikan, dan PNBP bagi perizinan berusaha yang diterbitkan oleh gubernur ditunda alias belum dapat dilaksanakan. 

Di sisi lain, selama masa relaksasi kebijakan, KKP melalui surat edaran itu meminta pelaku usaha subsektor penangkapan ikan dan subsektor pengangkutan ikan dengan perizinan berusaha agar mengajukan perubahan format surat izin usaha perikanan (SIUP) paling lambat 31 Desember 2023.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×