Reporter: Arif Wicaksono | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Tingginya biaya logistik menjadi momok yang dikeluhkan pengusaha. Bayangkan, biaya logistik di Indonesia sekarang mencapai 24% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB).
Di tengah persaingan usaha menjelang berlakunya Asean Economic Community (AEC) tahun 2015, ini bisa menjadi bandul berat bagi langkah pengusaha Indonesia bersaing dengan pengusaha Asean. Makanya, pengusaha yang tergabung dalam organisasi Kamar Dagang Indonesia (Kadin) kembali mendesak pemerintah agar segera merealisasikan target menurunkan biaya logistik 1%.
Ketua Komite Tetap Bidang Sumber Daya Manusia dan Regulasi Logistik Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Akbar Djohan, Kamis (14/11), mengatakan, selain tingginya biaya logistik yang harus ditanggung pengusaha, pengusaha Indonesia juga harus menghadapi tak siapnya infrastruktur pelabuhan untuk melayani ekspor dan impor yang buruk.
Lamanya waktu tunggu barang di pelabuhan atau dwelling time, mahalnya biaya bongkar muat, dan ketidakpastian peraturan juga menjadi kendala.
Menurut Akbar, kegiatan logistik Indonesia terpusat di pelabuhan dan bandara. Namun otoritas pelabuhan lebih berorientasi profit dan tarif. Kondisi ini membuat beban pengusaha melakukan bongkar muat di pelabuhan Rp 2,1 juta per kontainer.
Sementara dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok rata-rata 8,6 hari sampai 10 hari, jauh dari janji pemerintah selama 6 hari. Makanya, pengusaha menyebut Pelabuhan Tanjung Priok adalah sumber inefisiensi terbesar bagi mereka. "Setidaknya 30% biaya logistik menguap di Tanjung Priok," ujar Akbar.
Ketua Umum Organda Angkutan Khusus Pelabuhan (Angsuspel) Gemilang Tarigan mengatakan logistik yang efisien harus didukung sarana dan prasarana terintegrasi. "Ada ketidakseimbangan muatan di Jawa dengan daerah, sementara pelabuhan belum efisien," katanya.
Ketidakseimbangan itu terlihat dari waktu tempuh truk mengangkut barang di pelabuhan sampai ke gudang yang memakan waktu lebih dari satu hari.
Direktur Utama PT Pelindo II, Richard Joost Lino mengakui, biaya logistik yang tinggi di Indonesia yang mencapai 24% PDB. "Kami harapkan bisa turun menjadi 10%-15% PDB," ujarnya. Oleh karena itulah, Pelindo II menggandeng Bank Dunia melakukan studi tentang biaya logistik.
Kerjasama senilai US$ 1,4 juta itu diharapkan mampu mengidentifikasi kebijakan apa saja yang harus diambil dalam mengurangi biaya logistik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News