kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Pengusaha pertanyakan kriteria insentif


Rabu, 05 Desember 2012 / 07:44 WIB
Pengusaha pertanyakan kriteria insentif
ILUSTRASI. Petugas mengawasi aktivitas bongkar muat peti kemas saat pelepasan ekspor komoditas pertanian serentak di Pelabuhan Sukarno Hatta, Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (14/8/2021). ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/rwa.


Reporter: Arif Wicaksono | Editor: Dadan M. Ramdan

JAKARTA. Janji pemerintah untuk mengucurkan insentif bagi industri dengan banyak tenaga kerja justru membuat pengusaha bingung. Sebab,  teknis pengucuran insentif itu sama sekali belum jelas.

Sofjan Wanandi, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendapat informasi, pemerintah bakal memberi insentif dalam bentuk capital market. Contohnya, pajak perusahaan yang semula 25%, dipotong 5% menjadi sekitar 20%.

Menurut Sofjan, angka persentase beban pajak itu masih terlalu besar bagi perusahaan yang harus menanggung beban upah tinggi. "Kalo produknya untung sebenarnya nggak masalah ada insentif, tetapi kalau rugi, mau bayar pajak pakai apa?" keluh Sofjan kepada KONTAN, Selasa (4/12).
Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa, menyatakan pemerintah akan menerbitkan kebijakan soal insentif fiskal bagi perusahaan yang memiliki banyak karyawan. Beleid tersebut ditargetkan akan terbit pada Januari 2013.

Karena itu, Sofjan meminta pemerintah memperjelas kriteria perusahaan yang memiliki dan menyerap banyak tenaga kerja, serta layak mendapat insentif. Lebih bagus lagi jelas sektor industrinya.

Tapi, Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri (HKI), Sanny Iskandar, menggarisbawahi, masalah penyerapan tenaga kerja tidak bisa lepas dari standar upah. "Menjadi aneh, ketika sebelumnya pemerintah mendorong upah tinggi, sekarang bicara insentif untuk meningkatkan lapangan pekerjaan," ujarnya.

Menurut Sanny, jika beleid soal insentif diterbitkan awal tahun 2013, hal itu akan sia-sia. Sebab, saat ini, pengusaha sedang menimbang apakah akan memperkecil kapasitas produksi, mengurangi jumlah tenaga kerja, atau melakukan relokasi sebelum pemberlakuan UMP atau UMK 2013.

Djoko Haryono Ketua Bidang Advokasi Serikat Pekerja Nasional (SPN) berpendapat, kebijakan insentif fiskal tidak akan berpengaruh sama sekali pada kesejahteraan pekerja. "Tidak ada hubungannya pemberian insentif fiskal terhadap ketersediaan lapangan pekerjaan," katanya.
Meski beban pajak perusahaan berkurang, menurut Djoko, perusahaan tidak akan memberikan apapun ke pekerja. Sebab, tanpa insentif saja, pengusaha bisa melakukan banding ke kantor pajak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×