Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku usaha meminta pemerintah dan DPR memperhatikan berbagai konsekuensi yang ditimbulkan dari setiap penetapan Undang-Undang atau dalam membuat Rancangan Undang-Undang (RUU).
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjaja Kamdani berpendapat, perlu dilakukan kajian seperti apa dampak penetapan sebuah beleid terhadap kegiatan usaha dan kelancaran berusaha dan berinvestasi di Indonesia.
"Harusnya sebelum pembuatan UU, dibuat kajian dampak ekonomi dari UU/RUU ini terhadap pelaku usaha Indonesia, tidak hanya masalah anggaran untuk penetapan hukum tetapi harus ada kajian dan penjelasan tentang biaya compliance-nya bagi pelaku usaha dan efek ekonominya bagi iklim usaha Indonesia," terang Shinta kepada Kontan.co.id, Selasa (24/9).
Dalam beberapa waktu terakhir, berbagai aksi massa telah dilakukan untuk menolak pengesahan beberapa RUU juga meminta Undang-Undang yang sudah disahkan dan dianggap bermasalah dicabut.
Baca Juga: Rupiah melemah tertekan ekonomi Eropa yang memburuk dan aksi demonstrasi mahasiswa
Sementara, dari sisi pelaku usaha, harapan mereka terhadap UU dan RUU sangat sederhana. Salah satunya berkaitan dengan stabilitas sosial politik di Indonesia. Menurutnya, dengan sosial politik yang stabil, maka kegiatan bisnis akan bergerak dan tumbuh.
"Walaupun demonstrasi adalah ekspresi demokrasi yang dihargai, demo-demo di Indonesia punya track record yang buruk, dimana massa kerap menjadi anarkis, merusak atau menciptakan kondisi yang tidak aman untuk melakukan kegiatan usaha," tutur Shinta.
Selain kestabilitasan sosial politik, Shinta juga mengatakan pelaku usaha memperhatikan kepastian hukum dan kelancaran berusaha. Menurutnya, semua bisnis dijalankan berdasarkan kalkulasi terhadap risiko-risiko, termasuk beban-bedan dan rabu regulasi yang dibuat terhadap badan usaha dan pelakunya.
Karena itu, legal certainty dan penegakan kontrak (contract sanctity) di Indonesia selalu menjadi masalah bagi pelaku usaha dan investor. Sementara, kebijakan yang ditetapkan di atas kertas tidak dilaksanakan di lapangan, sementara manipulasi regulasi di Indonesia untuk membatalkan kontrak atau mengkriminalkan pelaku usaha atau kegiatan usaha mudah dilakukan.
Baca Juga: IHSG dan rupiah melemah, efek maraknya aksi mahasiswa?
"Secara logika, karena kedua faktor tersebut, risiko berusaha di Indonesia menjadi tidak bisa diprediksi dan dalam worst case scenario, perusahaan dan pelaku usaha bisa dikriminalisasi. Efek kriminalisasi ini akan sangat buruk terhadap bisnis. Bahkan bisnis bisa mati seketika karena kriminalisasi terhadap kegiatan atau management-nya," ujarnya.
Lebih lanjut, Shinta mengatakan pelaku usaha mendukung upaya penegakan hukum dan penciptaan business practices/corporate governance yang baik seperti anti-korupsi, anti-fraud dan kompetisi usaha yang sehat. Akan tetapi, bisnis juga perlu kepastian hukum atas keberlangsungan kegiatan usaha.
"Semua aturan yang bisa mengkriminalkan perusahaan dan pelaku usaha harus sewajarnya sesuai dengan best practices kegiatan usaha yang ada secara universal di dunia. Harus disetarakan agar level daya saing kita menjadi bagus dan menarik bagi investor global," kata Shinta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News