Reporter: Bambang Rakhmanto, Kurnia DH | Editor: Edy Can
JAKARTA. Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta masukan dari kalangan pengusaha tentang program pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang rencananya akan berjalan akhir kuartal satu ini.
Untuk itu, kemarin, Komisi VII DPR mengundang Himpunan Wiraswasta Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengadakan rapat dengar pendapat. Ketua Umum Hiswana Migas Eri Purnomohadi menilai pemerintah nampaknya tak siap bila memberlakukan pembatasan BBM bersubsidi awal April 2011. Ketidaksiapan tersebut terutama dalam mekanisme pengawasan pembatasan BBM bersubsidi. Selain itu infrastruktur stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) juga belum semuanya siap menerapkan kebijakan pembatasan BBM subsidi.
Jadi, bila pemerintah tetap memaksa menerapkan pembatasan tersebut, maka bisa menimbulkan berbagai risiko ekonomi maupun sosial. "Sebaiknya naikkan saja harga premium sekitar Rp 300 per liter. Ini lebih realistis karena tak memerlukan biaya pengawasan seperti bila memberlakukan pembatasan," kata Eri.
Ketua Umum Apindo Sofjan Wanandi juga menilai pemerintah belum siap menerapkan program pembatasan tersebut. Menurut dia, pembatasan BBM bersubsidi tersebut justru akan berdampak buruk bagi pengusaha sebab biaya logistik akan naik sekitar 2%-5%. "Sehingga pendapat saya lebih baik pemerintah naikkan saja harga premium secara bertahap," ujarnya.
Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, pemerintah masih terus mengkaji pembatasan BBM subsidi dan dampaknya terhadap inflasi. Namun pemerintah menargetkan pembatasan BBM subsidi tetap jalan di awal April mendatang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News