Reporter: Muhammad Afandi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah pengusaha di sektor minyak dan gas (Migas) menyuap mantan wakil Komisi VII DPR- RI, Eni Maulani Saragih. Hal tersebut diungkapkan dalam sidang perdana tersangka tersangka suap proyek Independent Power Producer (IPP) pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut tambang Riau-1 itu di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (29/11).
“Perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yaitu telah menerima gratifikasi berupa uang sejumlah Rp 5,6 miliar dan S$ 40.000 yang berasal dari pemberian beberapa direktur dan pemilik perusahaan yang bergerak di bidang Minyak dan Gas (MIGAS),” ujar Jaksa KPK Lie Putra Setiawan dalam sidang itu.
Beberapa pengusaha yang turut suap Eni ini adalah:
1. Samin Tan, selaku pemilik PT Borneo Lumbung Energi & Metal, Eni menerima Rp 5 miliar. PT Asmin Koalindo Tuhup (PT AKT) yang juga bergerak di bidang pertambangan batubara merupakan anak perusahaan Borneo. Samin Tan meminta bantuan Eni terkait permasalahan pemutusan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) Generasi 3 di Kalimantan Tengah antara PT AKT dengan Kementerian ESDM.
“Atas permintaan tersebut, Eni menyanggupi untuk membantu memfasilitasi antara pihak Kementerian ESDM dengan pihak PT AKT,” sebut Jaksa KPK dalam dakwaanya.
Pemberian dilakukan bertahap, pertama Eni minta Rp 4 miliar kepada Samin. Pemberian dilakukan secara tunai kepada melalui Tahta Maharaya selaku tenaga ahli Eni Saragih di kantor PT AKT, di Gedung Menara Merdeka Jalan Budi Kemuliaan I Nomor 2 Jakarta Pusat.
Bahkan jaksa turut menyebutkan, setelah Eni menerima uang tersebut, pada tanggal 2 Juni 2018, lewat pesan Whatsapp kepada Samin, Eni mengatakan “Pak samin, kemarin saya terima dari mba Nenie 4M .. terima kasih yang luar biasa ya …”
Kemudian pemberian kedua pada tanggal 5 Juni 2018, Eni kembali minta tambahan uang. Menindaklanjuti itu, pada tanggal 22 Juni 2018 bertempat di kantor PT AKT, Samin Tan melalui Nenie Afwani kembali memberikan uang tunai sejumlah Rp 1 miliar juga melalui Tahta Maharaya.
2. Prihadi Santoso, selaku Direktur PT Smelting. Ia diduga memberikan uang sejumlah Rp 250 juta. Prihadi disebut memiliki produk sampingan yakni copper slag atau limbah industri peleburan tembaga untuk digunakan oleh produsen semen. Prihadi meminta bantuan Eni untuk memfasilitasi dengan pihak Kementerian Lingkungan Hidup agar PT Smelting dapat melakukan impor limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3) yaitu limbah tembaga yang akan diolah menjadi copper slag.
“Permohonan Prihadi Santoso tersebut selanjutnya ditindaklanjuti oleh terdakwa dengan mempertemukan Prihadi Santoso dengan Rosa Vivien Ratnawati selaku Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya Beracun (DIRJEN PSLB3),”ungkap Jaksa KPK.
Pemberian suap itu juga melalui orang kepercayaan Eni, Indra Purmandani. Uang tersebut diberikan secara bertahap. Pada 08 Mei 2018 dan 26 Juni 2018, masing-masing ditransfer sejumlah Rp 100 juta kepada Indra.
Kedua pada bulan Juli 2018, pemberian uang dilakukan secara tunai Rp 50 juta. Diterima oleh Indra Purmandani dari staf Prihadi Santoso di kantor PT Smelting Gedung Menara Mulia Lantai 17 Jalan Jenderal Gatot Subroto Kavling 9-11 Jakarta Selatan.
“Selanjutnya Indra Purmandani memberikan uang-uang tersebut kepada terdakwa melalui Tahta Maharaya selaku tenaga ahli terdakwa,” dakwanya.
3. Herwin Tanuwidjaja selaku Direktur PT One Connect Indonesia (OCI), Ia diduga memberikan uang senilai Rp 100 juta dan S$ 40.000. Sama dengan Prihadi, pemberian uang juga terkait impor limbah Bahan Berbahaya Beracun.
Pemberian juga dilakukan dengan sistem yang sama lewat orang kepercayaan Eni, Indra Purmandani dan kemudian disetorkan kepada Eni melalui Tahta Maharaya, staf ahlinya.
4. Iswan Ibrahim yang merupakan Presiden Direktur PT Isa Gas memberikan Eni uang sejumlah Rp 250 juta. Diberikan dalam dua tahap, pada tanggal 7 Juni 2018 sejumlah Rp 200 juta melalui setoran kepada Indra Purmandani. Kemudian pada bulan Juli 2018 sejumlah Rp 50 juta, diberikan tunai kepada Indra Purmandani di Kantor PT Isargas yaitu Gedung Plaza Asia Lantai 12 Jakarta Selatan.
Dalam sejumlah pemberian ini, Eni yang berinisiatif meminta kepada para pengusaha itu untuk mengumpulkan biaya untuk suaminya yang kala itu berlaga dalam kontestasi calon bupati di Temanggung. Seluruh uang hasil penerimaan gratifikasi dengan total Rp 5,6 miliar dan S$ 40.000 itu telah digunakan Eni untuk membiayai kegiatan Pilkada suaminya M. Al Khadziq di Kabupaten Temanggung Jawa Tengah.
Eni memanfaatkan jabatan dan kewenangannya sebagai Wakil Komisi VII DPR- RI yang membidangi energi, riset dan teknologi, serta lingkungan hidup.
“Kebetulan itu kawan-kawan saya semua, karena sebelum jadi anggota DPR saya memang bergerak disitu. Bidang saya di situ. Dan itu memang kawan-kawan saya semua. Dan saya kenal baik cukup lama. Dan nanti akan saya sampaikan semua di sidang detilnya,” ujar Eni ditanya usai persidangan.
Dalam kasus gratifikasi ini Eni diduga melanggar Pasal 12 B ayat (1) Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News