kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.169   31,00   0,19%
  • IDX 7.058   73,96   1,06%
  • KOMPAS100 1.054   13,96   1,34%
  • LQ45 829   11,79   1,44%
  • ISSI 213   1,14   0,54%
  • IDX30 423   7,19   1,73%
  • IDXHIDIV20 510   7,90   1,57%
  • IDX80 120   1,68   1,41%
  • IDXV30 125   0,79   0,63%
  • IDXQ30 141   2,08   1,50%

Pengusaha keluhkan ketidakpastian hukum Indonesia


Rabu, 27 November 2013 / 19:54 WIB
Pengusaha keluhkan ketidakpastian hukum Indonesia
ILUSTRASI. Menambah penghasilan kini dapat dipermudah dengan melakukan beberapa pekerjaan freelance yang bisa diperoleh melalui website ini.


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Djumyati P.

JAKARTA. Para pengusaha, khususnya dari sektor swasta mengeluhkan banyaknya ketidakpastian hukum dalam membangun usaha di Indonesia. Akibatnya ketidakpastian hukum itu menimbulkan biaya tinggi yang harus ditanggung para pengusaha. Hal itu mengemuka  dalam seminar Kompas 100 CEO Forum yang diselenggarakan di Jakarta Convention Center, Rabu (27/11).

Dalam diskusi yang dihadiri 12 perwakilan Partai Politik yang dinyatakan ikut pemilu tahun 2014 mendatang, Direktur PT Bakrieland Development Agus J Alwi mengatakan para pengusaha, khususnya properti sering mengalami ketidakpastian hukum dalam mengembangkan usahanya di Indonesia.

"Ambil contoh soal kepastian hukum, sebidang tanah itu bisa diakui dimiliki oleh beberapa pihak dengan menunjukkan sertifikat yang sama. Nah ini mengganggu investasi, belum lagi munculnya pungutan-pungutan lain," ujar Alwi. 

Alwi mengatakan, dalam pemaparan visi dan program ekonomi sejumlah parpol yang akan berlaga pada pemilu tahun depan, soal kepastian hukum ini belum menjadi perhatian utama. Padahal, dunia usaha kerap mengeluhkan kondisi ini. Apalagi setelah terjadinya otonomi daerah, muncul raja-raja kecil di daerah yang membuat para pengusaha harus kerepotan menghadapi setiap kali perubahan aturan dari mereka.

Selain itu, Alwi juga mengeluhkan infrastruktur yang kurang memadai, karena hal itu menimbulkan biaya yang tinggi bagi para pengusaha. "Ini agak mengganggu kami di sektor swasta," terangnya. Tingginya biaya properti saat ini, beber Alwi tak terlepas dari infrastruktur yang kurang memadai.

"Bahkan ketika pemerintah menyediakan fasilitas umum dan fasilitas sosial saja, dipungut biaya," keluhnya.

Sementara itu, CEO Kompas Gramedia Agung Adi Prasetyo meminta pandangan dan sikap parpol dalam menyikapi subsidi BBM yang sekarang mengambil porsi sebesar 20% dari APBN. Selain itu, ia juga meminta sikap parpol terkait aksi-aksi penggusuran lahan yang terjadi di banyak tempat di seluruh Indonesia.

Dan yang terakhir, Agung meminta agar para perwakilan parpol memberikan sikap yang jelas terhadap koruptor, apakah mereka perlu dihukum mati.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×