kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   -13.000   -0,85%
  • USD/IDR 16.200   -20,00   -0,12%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Pengusaha ayam tolak tuduhan kartel dari KPPU


Kamis, 10 Maret 2016 / 15:48 WIB
Pengusaha ayam tolak tuduhan kartel dari KPPU


Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Sejumlah perusahaan yang diduga terlibat kartel ayam pedaging (broiler) kompak menolak laporan dari investigator Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Salah satunya yakni PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA). "Laporan investigator adalah salah dan tidak berdasar," ungkap Budiarto Subijanto, Senior Vice President Head of Marketing and Sales Feed Division dalam persidangan KPPU, Kamis (10/3).

Hal itu ia lanjutkan, lantaran pelakasanakann afkir dini yang dilakukan perusahaanya merupakan instruksi dari pemerintah dalam rangka penyesuaian pasokan day old chicken (DOC) di pasar.

"Apabila tidak dipatuhi, maka akan dikenakan sanksi oleh pemerintah," tambah dia.

Instruksi tersebut merupakan kebijakan dan kewenangan pemerintah dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan. Sehingga, menurut Budiarto, tidak dapat dipisahkan dari adanya fakta-fakta di luar kekuasaan para terlapor yang menjadi latar belakang dikeluarkannya instruksi pemerintah.

Budiarto mengklaim, undangan pemerintah pada 14 September 2014 bukan kesepakatan untuk melakukan kartel karena dibuat tanpa "freewill" dari para terlapor, melainkan dibuat atas dasar pemerintah.

Dengan demikian, afkir dini oleh para terlapor merupakan tindakan dalam rangka pelaksanaan instruksi pemerintah sehingga sudah sepatutnya tindakan tersebut dikecualikan dari Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan.

Hal tersebut juga diakui Nurmalita Malik, kuasa hukum PT Malindo Feedmil Indonesia Tbk (MAIN). Ia bilang, laporan dari investigator tidak lah tepat dengan pengertian kartel. "Tujuan dilakukannya kartela kan untuk mencari keuntungan, ini kami tidak untung dan memang benar-benar melakukan sesuai dengan instruksi pemerintah," ucap dia ditemui seusai persidangan.

Ia juga menjelaskan, instruksi itu diterima kliennya pada 23 November 2015 dari Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH). Dalam surat tersebut diinstruksikan untuk melakukan afkir dini 6 juta ekor parents stok dan untuk segera melakukan tahap I sebanyak 2 juta ekor.

Dimana, dalam surat tersebut juga disebutkan, bagi perusahaan yang tidak melakukan instruksi ini maka akan dikenakan sanksi. "Surat tersebut juga ditembuskan ke Kementerian Pertanian kok," jelas dia.

Persidangan yang seharusnya beragendakan jawaban ini harus ditunda 15 Maret 2016 mendatang lantaran, para terlapor belom siap. "Kami belum siap karena baru ditunjuk sebagai kuasa hukum beberapa hari lalu jadi masih butuh waktu," ungkap Rofik Sungkar, kuasa hukum PT Charoen Pokphand Jaya Farm Tbk (CPIN).

Selain CPIN, JPFA dan MAIN juga belum siap mengajukan jawaban. Budiarto bilang, apa yang ia sampaikan dalam persidangan merupakan gambaran dalam berkas jawaban yang masih dalam tahap penyusunan. "Kami juga masih butuh waktu," tambah Nurmalita.

Sekadar tahu saja, investigator KPPU dalam penyeledikannya mencium adanya dugaan kartel atau pengaturan persediaan ayam di pasaran oleh 12 perusahaan. Kedua belasnya itu adalah Sebanyak 12 pelaku usaha yang dimaksud adalah PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA), PT Malindo Feedmil Indonesia Tbk (MAIN), serta PT Charoen Pokphand Jaya Farm, PT Satwa Borneo, PT Wonokoyo Jaya Corp, PT CJ-PIA (Cheil Jedang Superfreed), PT Taat Indah bersinar, PT Cibadak Indah Sari Farm, CV Missouri, PT Ekspravet Nasuba, PT Reza Perkasa, dan PT Hybro Indonesia.

Dimana para terlapor diduga sengaja melakukan pemusnahan terhadap afkir dini indukan ayam atau parents stock yang dilakukan secara bertahap. Bahkan menurut KPPU hingga Desember tahun lalu setidaknya para perusahaan peternak itu sudah memusnahkan 3 juta ekor.

Maka tak heran hal itu menyebabkan persediaan ayam anakan (DOC) berkurang sehingga harganya naik. KPPU menegaskan, perbuatan tersebut telah melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha


 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×