Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah mengundangkan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Omnibus law ini salah satunya mengubah ketentuan sejumlah UU di sektor kehutanan.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Hendroyono mengatakan, saat ini pemerintah tengah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang merupakan aturan turunan UU Cipta Kerja sektor kehutanan. Salah satu RPP yang disusun adalah revisi PP Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan.
Bambang menyatakan, dalam revisi PP terbaru nantinya, akan dicantumkan bahwa pemanfaatan dana penerimaan negara bukan pajak (PNBP) diantaranya dapat digunakan untuk pemulihan ekosistem hutan. Pengaturan ini sebelumnya belum dicantumkan dalam PP.
“Di RPP ini, semua dana reboisasi yang dipungut dari seluruh pelaku usaha itu akan masuk ke rekening kas negara, tapi kembali lagi ke KLHK untuk merehabilitasi, merestorasi hutan Indonesia,” kata Bambang dalam diskusi virtual, Rabu (2/12).
Baca Juga: Menko Luhut targetkan UU Cipta Kerja mulai diimplementasi Februari 2021
Selain itu, dalam draf revisi PP Nomor 6 Tahun 2007 Jo PP Nomor 3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan hutan, pemerintah memberikan penguatan legalitas perdagangan ekspor. Yakni dengan adanya dokumen penjaminan legalitas ekspor hasil hutan yang dikenakan kepada pemegang perizinan berusaha pemanfaatan hutan.
“Jadi selama ini tidak ada di dalam PP,” ujar Bambang.
Bambang mendorong pelaku usaha sektor kehutanan untuk menjalankan multiusaha untuk meningkatkan daya saing industri. Ia juga meminta pelaku usaha sektor kehutanan menciptakan kluster usaha kehutanan mulai dari hulu hingga hilirnya.
Selain itu, Bambang menyebut, pihaknya akan memberi fasilitasi untuk semua stakeholder membangun industri pengolahan hasil hutan di areal kerjanya dan mengembangkan konfigurasi bisnis baru. Ia meminta pelaku usaha menjadi offtaker Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS).
“Dengan multiusaha harusnya ngga boleh lagi ada impor yang terlalu besar, kita berharap daya saing produk kita akan meningkat,” ujar dia.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo berharap, aturan turunan UU Cipta Kerja dapat menjadi momentum tepat untuk mendorong kemudahan perizinan berusaha. Serta menyederhanakan tahapan dan prosedur dalam praktik tata kelola hutan.
Indroyono menyebut, saat ini terdapat sejumlah tantangan sektor hulu kehutanan akibat dampak pandemi covid-19. Diantaranya beratnya cashflow untuk menjalankan kegiatan operasional, belum optimalnya rantai pasokan hulu, hilir dan diversifikasi usaha. “Serta pemasaran hasil hutan, baik ekspor maupun pasar domestik,” ujar dia.
Sebagai informasi, saat ini pemerintah tengah menyusun aturan turunan UU Cipta Kerja sektor kehutanan. Diantaranya, revisi Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan; revisi Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan; revisi Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan.
Kemudian, revisi Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan; revisi Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Jo Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan.
Selanjutnya: Pengamat Ekonomi: UU Cipta Kerja berikan akses kemudahan berusaha bagi UMKM
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News