Reporter: Arif Wicaksono | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Pemerintah berjanji beroperasinya Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mulai 1 Januari 2014 tidak akan merugikan rumah sakit (RS), baik RS negeri maupun swasta. Pemerintah akan membayar penggantian klaim RS cepat, paling lama dua minggu.
Wakil Menteri Kesehatan, Ali Ghufron Mukti mengatakan, aturan tentang batas pembayaran penggantian klaim itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. "Sesuai ketentuan batas akhir pembayaran klaim kepada pihak RS maksimal selama 14 hari," ujar Ali, Rabu (6/11).
Adanya aturan ini diharapkan bisa menjawab kekhawatiran pengelola RS atas pembayaran klaim. Berkaca dari pelaksanaan program pemerintah, pembayaran klaim acap kali molor dari target. Salah satu yang bisa dijadikan contoh adalah Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang menuai kendala dalam hal pembayaran klaim.
Awalnya, program unggulan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo ini menggunakan paket pelayanan esensial (PPE) sehingga pembayaran klaim ke RS memakan waktu dua hingga tiga bulan. Kini, sistemnya berubah menjadi INA-CBG (case-based group) dengan jangka waktu klaim selama 12 hari.
Hanya saja, sistem baru ini masih menyisakan persoalan, berupa besarnya selisih pembayaran dengan dana yang dikeluarkan RS mencapai 30%. Idealnya, selisih pembayaran maksimal 20%
Kelak saat era BPJS Kesehatan nanti, masyarakat peserta BPJS khususnya para Penerima Bantuan Iuran (PBI) bebas berobat ke RS dengan mekanisme klaim.
Adapun RS juga membutuhkan likuiditas yang lancar untuk operasional dan biaya perawatan, perlengkapan serta obat-obatan bagi pasien.
Namun, Ali meyakini, berbagai permasalahan itu tidak akan terjadi bila Perpres 12/2013 berlaku. Soalnya, revisi beleid itu juga mengatur pembentukan Dewan Pengawas yang bertugas mengawasi pelaksanaan termasuk pembayaran klaim RS. Ada juga aturan untuk pembentukan nomor hotline pengaduan masyarakat.
Pihak RS juga tidak perlu khawatir dengan banyaknya klaim dari peserta BPJS Kesehatan. Pemerintah menyiapkan dana pelaksanaan BPJS Kesehatan tahun 2014 sebesar Rp 42,7 triliun. Selain itu, juga terdapat dana cadangan sebesar Rp 2,7 triliun.
Menurut Ali, RS kini tak perlu mempersoalkan masalah pembayaran klaim. Saat ini, semua RS harus bersiap-siap menyambut BPJS Kesehatan, dengan cara membuat layanan rawat inap kelas III. Kewajiban ini berlaku bagi semua RS, dan tertuang di revisi Perpres 12/2013. Meski kelas III pelayanan kepada pasien tetap harus prima.
Pengusaha masih keberatan
Selain aturan klaim, pemerintah memastikan, revisi Perpres 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan mencantumkan poin besaran iuran peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja. Besaran iuran antara lain untuk rawat inap per orang per bulan untuk kelas 3 sebesar Rp 25.500, kelas 2 sebesar Rp 42.500, dan kelas 1 Rp 59.500 dengan pembayaran iuran minimal tiga bulan di depan.
Sedang iuran untuk pekerja formal sebesar 5%. Pada awal pelaksanaan sampai 30 Juni 2015 pengusaha berkontribusi 4% dan pekerja 0,5%. Nantinya, setelah 30 juni 2015 pengusaha berkontribusi porsi iuran 4% dan pekerja 1%.
Ketua Bidang Pengupahan dan Jaminan Sosial Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi B Sukamdani, mengatakan, pengusaha masih keberatan dengan porsi iuran pengusaha sebesar 4%. "Dalam Lembaga Kerja Sama (LKS) tripartit sudah disepakati pengusaha 3%, tapi pemerintah pusat malah mengubah jadi 4%," kata Hariyadi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News