kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,29   2,96   0.33%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengganti BP Migas bukan solusi


Jumat, 16 November 2012 / 09:02 WIB
Pengganti BP Migas bukan solusi
ILUSTRASI. Salah satu pembeli pertama iPhone 12 di Apple Store


Reporter: Muhammad Yazid, Maria Elga Ratri, Oginawa R Prayogo | Editor: Edy Can

JAKARTA. Hanya beberapa jam usai putusan Mahkamah Konstitusi (MK), pemerintah  langsung membentuk Satuan Kerja Sementara Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKS Pelaksana Hulu Migas). Ini adalah institusi ad hoc pengganti Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas).

Pengalihan itu tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 3135 K/08/MEM/2012 yang terbit Selasa (13/11), sebagai turunan dari Peraturan Presiden Nomor95/2012 tentang Pengalihan Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Kegiatan Hulu Migas. Wakil Menteri ESDM Rudi Rubiandini menjelaskan, kepmen ini berisi empat poin utama. Pertama, pengalihan tugas BP Migas ke SKS Pelaksana Hulu Migas. Kedua, pegawai BP Migas dialihkan ke SKS itu.

Ketiga, operasional, pendanaan, dan aset BP migas juga dialihkan ke SKS Pelaksana Hulu Migas. Keempat, gaji, tunjangan jabatan, dan fasilitas karyawan sama seperti di BP Migas. Sedangkan pengalihan petinggi eks BP Migas diputuskan Kepmen ESDM No 3136/2012. Sejauh ini belum diputuskan ketua SKS itu.

Direktur Jenderal Migas, Evita Legowo menambahkan,  Kementerian ESDM akan menerbitkan aturan lagi sebagai pelengkapnya. "Bisa saja dibentuk badan usaha baru pengganti SKS itu," kata dia.

Sejauh ini, para kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) mulai tampak lega. "Kami akan tetap bermitra dengan pemerintah," kata Dony Indrawan, Manager Coporate Communication Chevron Indonesia.

Kristianto Hartadi, Head Department of Media Relations Total E&P Indonesie, masih meraba-raba arah institusi baru ini. "Kami belum tahu, apakah unit baru ini akan ada perubahan," ujar dia.

Toh, tetap saja ada yang rugi di masa transisi ini. Lihat saja nasib rig milik Niko Resources yang kini tertahan di Bea Cukai dan harus membayar US$ 300.000 per hari. "Masih ada 100 rig yang tertahan," kata Bambang Dwi Djanuarto, mantan Humas BP Migas.

Yang patut dicermati, pembentukan SKS Pelaksana Hulu Migas bukan solusi krisis pasca pembubaran BP Migas. Masih ada celah lain yang bisa memicu masalah baru.

AM Putut Prabantoro, eks Penasehat Ahli Kepala BP Migas, mengingatkan pemerintah agar konsekuen dengan putusan MK. "Jika BP Migas dinyatakan melanggar UUD 1945, seluruh keputusan BP Migas juga tak sah," kata dia.

Alhasil, kontrak-kontrak migas yang lama pun rawan dipersoalkan. Problem ini agaknya bisa makin pelik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×