kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pengembang wajib bangun rusunami dilahan reklamasi


Kamis, 04 Desember 2014 / 22:53 WIB
Pengembang wajib bangun rusunami dilahan reklamasi
ILUSTRASI. Industri pertambangan hadapi kelangkaan ban alat berat, pasokan batubara bisa ikut terganggu. KONTAN/Baihaki/29/6/2011


Sumber: Kompas.com | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Saat ini, DKI Jakarta mengalami masalah kelangkaan tanah. Berkurangnya stok lahan diakibatkan karena banyak lahan yang sudah terpakai untuk pembangunan. Menurut Direktur Eksekutif  Indonesia Properti Watch (IPW), Ali Tranghanda, reklamasi merupakan solusi alternatif untuk mengatasi lahan yang terbatas.

"Reklamasi bermanfaat karena tanah mulai langka. Karena lahan langka, pengembangan jadi susah. Untuk reklamasi hanya perlu Rp 7 juta-Rp 8 juta per meter persegi untuk membuat tanah. Ini jauh lebih murah daripada beli tanah," ujar Ali, Kamis (4/12/2014). 

Ali mengatakan, karena jauh lebih murah, sebaiknya para pengembang yang terlibat dalam proyek reklamasi tidak hanya membangun properti komersial. Para pengembang ini harus dibebani kewajiban membangun hunian yang terjangkau bagi masyarakat yang regulasinya diatur oleh pemerintah. 

"Pemerintah harus masuk minta jatah. Mereka perlu juga menyiapkan zona khusus rusunami untuk kelas pekerja, karyawan menengah," kata Ali. 

Dia menggambarkan, pengembang bisa saja menyediakan tiga sampai lima persen lahan reklamasi untuk rusunami. Nantinya harga rusunami kelas menengah ini berkisar Rp 400 juta per unitnya. Jadi,meski berada di tanah hasil reklamasi, pemerintah provinsi tetap harus mengatur tata ruangnya. Jangan sampai, karena digunakan oleh pengembang, tanah menjadi tidak tertata seperti kondisi Jakarta saat ini. 

"Jakarta sekarang sudah salah urus. Di Jakarta Selatan contohnya, harusnya 20 persen dialokasikan untuk RTH (Ruang Terbuka Hijau)," jelas Ali. 

Jakarta Selatan sendiri, adalah wilayah yang diperuntukkan sebagai daerah resapan air. Dengan demikian, jika kawasan RTH tidak memadai karena dibangun banyak gedung, maka debit air yang terserap pun menyusut sehingga mengakibatkan banjir di Jakarta Pusat dan sekitarnya. 

Ali menambahkan, proyek reklamasi adalah solusi paling dekat yang bisa dilakukan untuk mengatasai kelangkaan lahan. Mengingat, rencana induknya sudah lama dipersiapkan. Adapun strategi lain yang bisa dilakukan untuk menyiasati kurangnya lahan adalah dengan memindahkan pusat pemerintahan Jakarta. 

"Kalau mau, dipindahkan. Jakarta khusus bisnis, Jonggol jadi pemerintahan, misalnya. Kan sama seperti di Amerika Serikat, New York untuk bisnis, Washington D.C pemerintahan," papar Ali.(Arimbi Ramadhiani)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×