kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.765.000   1.000   0,06%
  • USD/IDR 16.602   -55,00   -0,33%
  • IDX 6.161   -96,96   -1,55%
  • KOMPAS100 868   -17,29   -1,95%
  • LQ45 681   -11,00   -1,59%
  • ISSI 195   -3,00   -1,52%
  • IDX30 358   -3,64   -1,01%
  • IDXHIDIV20 434   -4,53   -1,03%
  • IDX80 98   -1,94   -1,93%
  • IDXV30 105   -1,59   -1,49%
  • IDXQ30 118   -1,02   -0,86%

Pengamat Ungkap Strategi untuk Capai Target Rasio Penerimaan Negara 23% PDB


Minggu, 23 Maret 2025 / 14:16 WIB
Pengamat Ungkap Strategi untuk Capai Target Rasio Penerimaan Negara 23% PDB
ILUSTRASI. pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/09/01/2024. Ekonom mengatakan target rasio penerimaan negara sebesar 23% PDB bukan sekadar angka, melainkan kredibilitas negara dalam mengelola pembangunan.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID-JAKARTA Presiden Prabowo Subianto menargetkan rasio penerimaan negara terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 23% dalam lima tahun ke depan.

Namun, untuk merealisasikan target ambisius ini, diperlukan kerja keras dan strategi yang matang.

Pengamat Ekonomi dari Universitas Andalas (Unand) Syafruddin Karimi mengatakan bahwa target rasio penerimaan negara sebesar 23% PDB bukan sekadar angka, melainkan cerminan kapasitas dan kredibilitas negara dalam mengelola pembangunan secara berkelanjutan. 

"Untuk mencapainya, pemerintah perlu bergerak cepat, cerdas dan konsisten," ujar Syafruddin kepada Kontan.co.id, Minggu (23/3).

Syafruddin menilai pentingnya perluasan basis pajak daripada sekadar menaikkan tarif pajak. Ia menekankan bahwa sektor digital, pelaku ekonomi informal yang telah mapan, serta wajib pajak affluent (berpenghasilan tinggi) merupakan potensi yang belum tergarap maksimal. 

Baca Juga: Presiden Prabowo Ingin Ada 38 Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia, Ini Alasannya

Oleh karena itu, integrasi data lintas lembaga, seperti Direktorat Jenderal Pajak (DJP), perbankan, BPJS, dan pemerintah daerah, menjadi kunci utama dalam reformasi ekstensifikasi berbasis informasi.

Selain itu, pemerintah perlu meninjau ulang berbagai insentif pajak yang selama ini dinilai kurang efektif. Menurutnya, tax expenditure atau belanja perpajakan yang tidak memberikan efek pengganda signifikan harus dikurangi dan dialihkan untuk memperkuat penerimaan struktural.

"Peningkatan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi dari kelompok berpenghasilan tinggi bisa menjadi langkah moderat dan adil secara maksimal," katanya.

Pemerintah juga diharapkan mampu mengoptimalkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Salah satu caranya adalah dengan monetisasi aset negara melalui governance yang kuat, sehingga dapat menjadi sumber pembiayaan non-utang yang lebih andal. 

Penguatan tata kelola penerimaan dari sektor mineral dan batu bara (minerba), perikanan, serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga menjadi langkah penting dalam meningkatkan kontribusi PNBP terhadap pendapatan negara.

Terakhir, Syafruddin menegaskan bahwa membangun kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan menjadi kunci utama dalam meningkatkan penerimaan negara. 

Semakin besar penerimaan yang dihimpun, semakin tinggi pula tuntutan terhadap efisiensi dan akuntabilitas dalam belanja negara.

"Reformasi fiskal tidak bisa berjalan tanpa membangun trust (kepercayaan) sebagai fondasinya," imbuhnya.

Baca Juga: Bank Indonesia Perkirakan Ekonomi Indonesia Tahun Ini Tumbuh di Kisaran 4,7%-5,5%

Selanjutnya: FKS Food (AISA) Incar Pertumbuhan Kinerja pada 2025, Begini Strateginya

Menarik Dibaca: Hujan Masih Turun di Daerah Ini, Cek Prediksi Cuaca Besok (24/3) di Jawa Timur

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×