Reporter: Andi M Arief | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja mengesahkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 54/2018 tentang Strategi Nasional (Stratnas) Pencegahan Korupsi (PK) yang menggantikan Perpres No. 55/2012 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi yang memprakarsai terbentuknya Tim Nasional (Timnas) PK. Perpres ini menghilangkan kata "Pemberantasan" dari kebijakan sebelumnya. Hal ini dipandang oleh sebagian pengamat sebagai blunder.
"Kalau pencegahannya saja, percuma salah satu dari tiga poin Stratnas PK ini mencantumkan untuk reformasi di bidang hukum. Reformasi di bidang hukum bisa dilakukan kalau juga mencantumkan aspek penindakan," jelas Zaenur Rohman, Peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), pada Kontan.co.id via telepon, Minggu (29/7).
Perpres anyar ini menitikberatkan pada tiga poin utama, yaitu kemudahan perizinan niaga, reformasi birokrasi, dan penegakan hukum. Namun, beberapa poin ini telah ada sebelumnya.
Presiden Jokowi sebelumnya telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Badan Pemeriksa Keuangan No, 3/2016 tentang Penyederhanaan Perizinan Pembangunan Perumahan. ""Itu disatuatapkan. Terus reformasi hukum juga sudah ada sebelum-sebelumnya. Menurut saya, (Perpres) ini bukan hal yang baru," tutur Zaenur.
Zaenur melanjutkan, tidak ada nilai kebaruan dalam Perpres ini, sebab alat ukur Strategi Nasional (Stratnas) PK yang diatur dalam Perpres ini sangat administratif.
Seharusnya, imbuh Zaen, pemerintah lebih fokus kepada maksimalisasi badan pengawas pemerintah yang sudah ada, dalam hal ini Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Pasalnya, kurangnya pengawasan terhadap kebijakan pemerintahan membuat penyelewengan mudah dilakukan.
"Contoh kasus: Perizinan satu atapnya Pemkot (Pemerintah Kota) Bandung itu di OTT (Operasi Tangkap Tangan) oleh (tim) Saber Pungli (Sapu Bersih Pungutan Liar)," jelas Zaenur.
Selain BPKP, Zaen berharap agar pemerintah juga memaksimalkan fungsi Inspektorat Jenderal di masing-masing Kementrian/Lembaga (K/L) untuk menjalankan fungsi pengawasannya terhadap masing-masing K/L.
Perkaranya, K/L saat ini tidak dapat berjalan maksimal karena masih berada di bawah instruksi Menteri atau Kepala Lembaga. "Kalau bosnya melakukan kesalahan, dia nggak bisa melakukan pengawasan," ujar Zenur.
Timnas PK nantinya akan dibentuk dari unsur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemPAN-RB), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Timnas PK sejatinya berfungsi untuk mengorkestrasi K/L tersebut dalam menjalankan fungsi pencegahan Korupsi. Namun, "pada kenyataanya masih ada kerja-kerja sektoral yang dilakukan masing-masing K/L ini. Eksekusinya tentu akan tumpang tindih," ungkap Zaenur.
"Seharusnya, Timnas PK ini melakukan perubahan yang fundamental, mengarahkan institusi pengawas pemerintah untuk bisa independen," saran Zaenur. "Apakah Timnas PK ini akan melakukan suatu perubahan? Menurut saya tidak akan signifikan."