kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengadilan Pajak Menjadi Ajang Mencari Uang


Senin, 29 Maret 2010 / 10:18 WIB


Reporter: Hans Henricus , Lamgiat Siringoringo, Yudho Winarto | Editor: Tri Adi

JAKARTA. Temuan Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Hukum menampar keras wajah Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. Tim bentukan Presiden ini menemukan indikasi bahwa pengadilan pajak menjadi salah satu tambang uang para pegawai Ditjen Pajak dari wajib pajak.

Anggota Satgas Mas Achmad Santosa menyatakan, temuan tersebut terungkap dari mulut Gayus Tambunan. Pegawai Ditjen Pajak golongan IIIa ini mengaku sering mendapat uang suap dari perusahaan-perusahaan yang berpekara di Pengadilan Pajak. "Ini menjadi temuan penting dan harus segera dibenahi," katanya, Ahad (28/3).

Gayus yang buron ke Singapura pernah menangani 51 kasus banding pajak perusahaan-perusahaan besar. "Menurut penelusuran Pusat Pelaporan Analisa dan Transaksi Keuangan (PPATK), uang di rekening Gayus berasal dari wajib pajak," ungkap Anggota Satgas lain yang juga Ketua PPATK Yunus Husein.

Itu sebabnya, Satgas Mafia Hukum meminta seluruh Ditjen Pajak memperketat pengawasan internal. "Gaya hidup pegawai pajak juga harus diubah," kata Yunus.

Mahkamah Agung (MA) sendiri mengaku kesulitan mengawasi proses berpekara di Pengadilan Pajak. Soalnya, Pengadilan Pajak tidak berada di bawah MA langsung. "Pengadilan Pajak secara administratif berada di bawah Kementerian Keuangan," ujar Ketua MA Harifin A. Tumpa.

Menurut Harifin, kalau ingin melakukan pengawasan secara maksimal, perlu ada perubahan regulasi tentang struktur Pengadilan Pajak. Makanya, ia menyarankan, peradilan pajak masuk dalam kelompok peradilan yang ada dalam UUD 45, yakni peradilan umum, peradilan tata usaha negara, peradilan milliter, dan peradilan agama.

Direktur Jenderal Pajak Mochamad Tjiptardjo menyatakan siap untuk melakukan pembenahan intenal di segala lini. Termasuk Pengadilan Pajak. "Kami siap untuk berkoordinasi dengan Satgas Mafia Hukum untuk pembenahan," kata dia.

Anggota Badan Anggaran DPR Romahurmuziy menilai, kasus Gayus terjadi karena Undang-Undang Perpajakan terlalu rapat melindung rahasia wajib pajak. Akibatnya, wajib pajak dan aparat pajak leluasa kongkalikong. "Hanya aparat pajak dan Tuhan saja yang bisa mengetahui data wajib pajak," katanya.

Kolusi antara kantor akuntan publik dan konsultan pajak pun kian menyempurnakan kecurangan dan mengakibatkan pembocoran pendapatan negara dari sektor pajak. "Pengendalian internal tidak efektif karena kolusi mereka sangat kuat," ujar Romy, panggilan akrab Romahurmuziy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×