Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Meski banyak yang yakin ekonomi kita membaik di 2016, nyatanya penerimaan pajak dan cukai di dua bulan pertama tahun ini memble.
Kementerian Keuangan menyebut, realisasi penerimaan pajak di dua bulan pertama atau hingga Februari tahun 2016 di bawah 10% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 sebesar Rp 1.360,1 triliun.
"Sampai akhir Februari, penerimaan pajak baru sekitar 9% dari target," tandas Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, akhir pekan lalu.
Dengan capaian 9%, artinya penerimaan pajak dua bulan pertama tahun ini baru Rp 122,4 triliun, turun 5,4% dari periode sama 2015 di Rp 130,8 triliun. Harga minyak mentah dunia yang loyo dituding menjadi salah satu penyumbang penurunan penerimaan pajak, terutama penerimaan pajak penghasilan (PPh) Migas.
Setali tiga uang, penerimaan bea dan cukai juga jatuh. Data Dirjen Bea dan Cukai menunjukkan, penerimaan bea dan cukai baru Rp 8,18 triliun, turun 63,6% dari tahun lalu. Adalah penerimaan cukai yang terpangkas hingga 68,7% menjadi Rp 5,5 triliun jadi penyumbang utama.
Bambang mengaku penerimaan pajak dan cukai di dua bulan pertama 2016 menurun, "Tapi akan ter-cover di Maret," ujar dia.
Penyerahan Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) dan pembelian cukai akan membuat penerimaan pajak dan cukai mengepul. Hanya, Enny Srihartati, Ekonom Indef menilai, rendahnya penerimaan pajak dan cukai karena ekonomi kita belum menggeliat, harga komoditas turun.
Efeknya, penerimaan ekspor juga jatuh. Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menambahkan, ekonomi kita di awal tahun memang tak jauh berbeda dengan tahun lalu.
Ia bahkan menduga, penerimaan pajak 2016 lebih sulit karena sejak 2015 hingga kini, pemerintah rajin memberikan insentif ke investor. "Pengaruh revaluasi aset, tax allowance, tax holiday, kenaikan PTKP akan terasa bagi penerimaan pajak di tahun ini," ujar dia.
Jika gelombang PHK berlanjut, penerimaan PPh 21 juga kian turun. Kondisi ini diperparah jika RUU tax amnesty gagal diundangkan tahun ini. Menurutnya, penerimaan pajak tahun ini terlalu tinggi sehingga perlu harus direvisi.
"Target wajar ada di Rp 1.200 triliun," ujar Prastowo yang juga diamini oleh Ekonom UI Berly Martawardaya, Dendi Ramdani Ekonom Bank Mandiri menyarankan pemerintah melakukan penyesuaian anggaran agar defisit tahun ini tak melebar.
Salah satunya dengan memangkas anggaran yang tak penting, seperti perjalanan dinas. Adapun Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih bilang, seretnya penerimaan pajak jangan membuat pemerintah mengerem belanja modal.
"Jangan mengorbankan belanja modal," kata dia. Jika belanja modal dipangkas, ekonomi akan sulit bergerak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News