kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Penerbitan SBN akan dipangkas, begini kata ekonom Bank Mandiri


Minggu, 21 Maret 2021 / 17:48 WIB
Penerbitan SBN akan dipangkas, begini kata ekonom Bank Mandiri
ILUSTRASI. Bauran Kebijakan Moneter dan Fiskal . KONTAN/Cheppy A. Muchlis/04/12/2018


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman pihaknya akan memangkas penerbitan surat berharga negara (SBN) 2021, seiring dengan kondisi ekonomi saat ini. Khususnya untuk SBN di periode Februari dan Maret tahun ini. 

Adapun langkah penyesuaian pembiayaan lainnya yakni optimalisasi penggunaan sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA) tahun anggaran 2020. Kemudian, pergeseran penarikan utang valas, baik SBN valas maupun pinjaman program dengan memanfaatkan peluang di pasar global. Lalu, dukungan peran Bank Indonesia (BI) sebagai stand-by buyer SBN. 

Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengatakan tentunya pengurangan penerbitan SBN tahun ini sejalan dengan SILPA 2020 sebesar Rp 80 triliun hingga Rp 100 triliun, sehingga bisa mengurangi tekanan fiskal tahun ini.

Biarpun ada SILPA dan penerbitan SBN bisa dipangkas, Faisal menilai secara nominal pengurangan utang negara tersebut sulit untuk ditetapkan saat ini. Meskipun tanda-tanda pemulihan ekonomi sudah terlihat, tapi ekonomi Indonesia tengah berlomba dengan negara-negara lain untuk pulih lebih cepat. 

Baca Juga: SBN tembus Rp 365 triliun, pemerintah lakukan penyesuaian

“Jadi SBN masih diperlukan guna menjaga dan menjamin percepatan pemulihan ekonomi. Sebaiknya saat ini jangan terburu-buru mengurangi penerbitan SBN,” kata Faisal kepada Kontan.co.id, Minggu (21/3).

Apalagi porsi belanja negara tergantung dari situasi ke depan. Makanya, Faisal bilang, fungsi SBN untuk membiayai alokasi belanja negara masih diperlukan. Terpenting, belanja tersebut harus efektif dan efisien dalam mendorong percepatan pemulihan.

Terutama untuk mendukung program vaksinasi, agar ekonomi cepat pulih. Selain itu, implementasi Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja serta Indonesia Investment Authority (INA) harus dipercepat. 

“Jika kita bisa membuat pemulihan Indonesia lebih cepat dari yang diekspektasikan tentunya akan dapat menarik kembali inflow ke portofolio market dan FDI. Jika hal ini terwujud tentunya kebutuhan SBN dengan sendirinya akan berkurang,” ujar Faisal.

Di sisi lain, Faisal mengatakan dampak SBN terhadap tren kenaikan yield US Treasury akan terbatas karena tiga hal. Pertama, proporsi kepemilikan asing cenderung lebih rendah. Kedua, cadangan devisa per Februari 2021 tertinggi sepanjang masa. Ketiga, surplus neraca perdagangan masih akan berlanjut. 

Kondisi obligasi dalam negeri pun dinilai asih prospektif. Sebab, dalam jangka menengah jika Indonesia berhasil pulih lebih cepat, inflow akan kembali masuk karena return yang dijanjikan akan naik. Dus, dengan sendirinya akan menurunkan yield SBN.

Kendati demikian, masalah SBN adalah imbal hasil dari sisi nilai tukar. Jika rupiah terus melemah jelas akan menggerus return. Namun kabar baiknya cadangan devisa terbilang tinggi dan surplus neraca pembayaran masih akan terus berlangsung. 

“Ini bisa jadi katalis positif bagi Bank Indonesia (BI) untuk bisa menstabilkan nilai tukar. Jadi diharapkan bisa menahan outflow. Selain itu the Fed masih menegaskan akan tetap dovish sampai dengan 2023,” ujar dia.

Sebagai info, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan hingga 17 Maret 2021 realisasi penerbitan surat berharga negara (SBN) mencapai Rp 365,38 triliun. Angka tersebut naik 84% dari pencapaian di periode sama tahun lalu. 

Pencapaian tersebut tertuang dalam laporan DJPPR yang berjudul Government Securities Management. Sehingga, sisa penerbitan SBN di tahun ini tinggal Rp 841,92 triliun dari outlook akhir tahun yang ditetapkan oleh pemerintah sejumlah Rp 1.207,3 triliun.

Secara rinci, dari total penerbitan SBN di periode akhir kuartal I-2021 itu terbagi dalam dua jenis utang antara lain surat utang negara (SUN) tercatat sebesar Rp 293,98 dan surat berharga syariah negara (SBSN) senilai Rp 71,5 triliun.  

Selanjutnya: Penjualan sukuk ritel SR014 capai Rp 16,75 triliun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×