kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Penegakan hukum pajak dinilai kembali meresahkan


Kamis, 26 Oktober 2017 / 08:02 WIB
Penegakan hukum pajak dinilai kembali meresahkan


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Dessy Rosalina

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) tengah mengejar penerimaan pajak dengan menggencarkan law enforcement atau penegakan hukum. Namun demikian, hal ini dikeluhkan oleh dunia usaha lantaran penegakan hukum yang dilakukan hanya di situ-situ saja alias berburu di kebun binatang.

Sumber Kontan.co.id menyebut, dalam dua bulan terakhir Ditjen Pajak kerap menerapkan menjatuhkan bukti permulaan (bukper), termasuk kepada WP yang meminta restitusi dan sudah ikut amnesti pajak. Adapun bukper ini dikeluarkan oleh Direktorat Penegakan Hukum dengan membidik PMA-PMA besar.

Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Industri Non Bank Siddhi Widyaprathama mengkonfirmasi hal ini. Ia mengatakan bahwa memang saat ini banyak perusahaan yang diperiksa dan sebagian statusnya naik ke bukti pemeriksaan atau bukper.

“Ya, saat ini memang banyak yang diperiksa dan sebagian ke bukper. Padahal yang belum punya NPWP banyak, yang mesti dikejar yang ini dulu. Kalau berburu di kebun binatang itu buat suasana tidak kondusif,” kata Siddhi kepada Kontan.co.id, Rabu (25/10).

Hal ini, menurut Siddhi menimbulkan keresahan karena tidak semuanya yang dibukper tersebut sengaja tidak patuh. Senada, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan bahwa penegakan hukum seperti ini menunjukkan bahwa Ditjen Pajak tidak memiliki kepekaan.

“Sengaja atau tidak sengaja tidak patuh itu kan sangat subjektif. Misal seseorang tidak punya NPWP, bisa saja dilakukan bukper kalau mengacu pada UU, tetapi Ditjen Pajak harus bisa kalkulasi goal-nya, (dampaknya) terhadap trust. Ini konyol menurut saya kalau dipaksakan,” kata Yustinus saat ditemui di Gedung Kemkeu, Rabu.

Yustinus melanjutkan, dengan terjadinya hal ini, diduga fiskus bertindak di luar kebijakan dari Menkeu Sri Mulyani. Pasalnya, pemerintah telah memiliki koridor yang tersedia untuk penegakan hukum pasca-amnesti pajak, yakni PP 36.

“Seharusnya pasca-amnesti pajak, mau bukper atau penyidikan, koridornya tetap PP 36. Komitmennya ada di Surat Edaran (SE) 24, yang diperiksa pertama adalah mereka yang tidak ikut amnesti pajak, yang datanya akurat dan signifikan. Kalau akurat, wajib pajak tidak bisa protes. Kedua, mereka yang ikut amesti pajak tetapi benar-benar bohong. Itu ketahuan kok," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×