Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID-JAKARTA Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) resmi menunda penerapan pajak e-commerce hingga Februari 2026.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto kepada awak media di Jakarta, Kamis (9/10).
"Februari 2026 (penundaannya)," ujar Bimo.
Seperti yang diketahui, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memutuskan untuk menunda sementara kebijakan pajak e-commerce.
Baca Juga: Pendapatan Premi Asuransi Capai Rp 219,52 Triliun, Naik Tipis 0,44% per Agustus 2025
Pasalnya, hingga saat ini pemerintah masih belum menunjuk marketplace apa saja untuk memungut pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar 0,5%.
Purbaya mengatakan bahwa pemerintah masih akan melihat kondisi perekonomian di dalam negeri sebelum memutuskan untuk menunjuk para marketplace memungut pajak dari para pelapak.
Menurutnya, apabila kebijakan penempatan dana pemerintah sebesar Rp 200 triliun ke bank Himbara, maka ia akan mempertimbangkan untuk menjalankan kebijakan pajak e-commerce tersebut.
"Ini kan baru ribut-ribut kemarin nih. Kita tunggu dulu deh, paling gak sampai kebijakan tadi yang Rp 200 triliun, kebijakan untuk mendorong perekonomian mulai kelihatan dampaknya baru kita akan pikirkan nanti," ujar Purbaya kepada awak media di Jakarta, Jumat (26/9/2025).
Kendati begitu, Purbaya memastikan bahwa sistem yang dimiliki DJP saat ini sudah siap untuk menjalankan kebijakan tersebut.
Namun, pelaksanaannya akan tetap mempertimbangkan kondisi perekonomian di dalam negeri.
"Tapi yang jelas sistemnya sudah siap sekarang," katanya.
Untuk diketahui, pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025.
Pokok pengaturan dalam PMK 37/2025 mencakup mekanisme penunjukan marketplace sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi yang dilakukan oleh pedagang (merchant) dalam negeri.
Dalam pelaksanaannya, merchant diwajibkan menyampaikan informasi kepada pihak marketplace sebagai dasar pemungutan. PMK ini juga mengatur tarif pemungutan PPh Pasal 22 sebesar 0,5%, yang dapat bersifat final maupun tidak final.
Lebih lanjut, PMK 37/2025 menetapkan invoice sebagai dokumen tertentu yang dipersamakan dengan Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh unifikasi.
PMK ini juga memuat ketentuan mengenai mekanisme pemungutan PPh Pasal 22 oleh marketplace atas transaksi yang dilakukan oleh merchant sesuai dengan dokumen invoice penjualan dan standar minimal data yang harus tercantum dalam invoice.
Selain itu, marketplace memiliki kewajiban untuk menyampaikan informasi kepada DJP Kemenkeu.
Baca Juga: Kemenkeu Optimistis Ekonomi Tumbuh 5,1% pada Kuartal III-2025, Ini Pendorongnya
Selanjutnya: IHSG Menguat 1,04% ke 8.250 pada Kamis (8/10/2025), AMMN, BBTN, ISAT Top Gainers LQ45
Menarik Dibaca: 5 Zodiak yang Paling Romantis dalam Hubungan, Pisces Nomor 1
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News