Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Harris Hadinata
JAKARTA. Pemerintah akan segera mengeluarkan aturan yang melandasi pengenaan pungutan dari setiap ekspor minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) dan produk turunannya guna mendukung program biodiesel. Aturan ini akan hadir dalam dua bentuk beleid.
Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Gamal Nasir mengatakan, untuk melakukan pungutan terhadap ekspor sawit ini, pemerintah akan mengeluarkan dua aturan. Satu aturan berbentuk Peraturan Pemerintah (PP) dan aturan lainnya berbentuk Peraturan Presiden (Perpres).
Gamal bilang, PP-nya akan dinamakan Perhimpunan Dana Perkebunan. Sementara, di dalam Perpres pemerintah akan membuat rincian berbagai pungutan terkait ekspor sawit.
Rencananya, dua aturan ini diteken pada minggu ini. Gamal menuturkan pengenaan dana pungutan tersebut tidak akan tertutup hanya pada sawit, namun juga terhadap produk perkebunan lainnya seperti karet dan kopi.
Hanya saja, saat ini sawit menjadi prioritas utama pemerintah karena terkait kebutuhan pencampuran 15% biodiesel dalam solar. Setelah aturan sawit keluar, pemerintah akan beranjak pada komoditas lainnya. "Kami akan lihat kondisinya bagaimana. Saat ini harga karet masih turun," terang Gamal.
Pemerintah dalam hal ini masih mencari celah agar tidak membentur aturan yang berlaku, namun juga bisa membantu petani perkebunan Indonesia. Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Fadhil Hasan sebelumnya menjelaskan, pengusaha sawit mendukung rencana pemerintah ini.
Negara tetangga seperti Malaysia juga telah mempunyai lembaga serupa bernama Malaysian Palm Oil Board (MPOB) yang mengelola dana pungutan sawit yang berlaku bagi eksportir dan produsen CPO. Akan tetapi, Fadhil berharap besaran pungutan lebih rendah, yaitu sebesar US$ 25 per ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News