Reporter: Herlina KD |
JAKARTA. Pemerintah pusing mencari dana untuk menambal defisit anggaran yang kian melebar. Sebagai jalan pintas pemerintah akan meminta bantuan dari lembaga keuangan internasional agar bersedia menyediakan dana sebagai utang sewaktu-waktu.
Cadangan utang ini sering disebut dengan pinjaman siaga. Namun, hingga kini, pemerintah belum merinci berapa besar utang siaga yang akan dibuat tahun ini. Termasuk siapa saja lembaga internasional yang akan di kontak untuk menyediakan utang.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Rahmat Waluyanto menjelaskan, pinjaman siaga bisa digunakan untuk beberapa hal. Misalnya, untuk ketahanan pangan. Selain itu, juga untuk berjaga-jaga kalau terjadi perubahan atau gejolak di pasar keuangan sehingga menyebabkan program penerbitan utang surat berharga negara (SBN) terganggu. Ambil contoh, jika SBN tidak laku di pasar atau investor meminta imbal hasil yang terlalu mahal. "Pemerintah bisa menggunakan fasilitas pinjaman siaga," ujarnya, kemarin.
Pemerintah berharap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memberikan fleksibilitas pembiayaan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN) 2012. Karena itu, pada RUU APBN-P 2012, pemerintah memasukkan pasal yang memungkinkan pemerintah bisa menambah utang dengan sepertujuan DPR. Tambahan utang itu bisa dari pinjaman siaga bilateral maupun multilateral, serta dengan menambah penerbitan SBN.
Sekitar US$ 4 miliar
Meski pemerintah belum menetapkan berapa pinjaman siaga yang dinginkan, jika kita merujuk pernyataan Menteri Keuangan Agus Martowardojo beberapa waktu lalu yang menyebutkan bahwa dalam Undang-Undang (UU) APBN 2012 lalu, pemerintah dimungkinkan untuk menarik pinjaman siaga.
Utang ini digunakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya krisis pangan. "Kontijensi loan itu bisa sampai US$ 4 miliar untuk berjaga-jaga di tahun 2012," kata Agus.
Menurut Rahmat, saat ini pemerintah belum menentukan siapa saja kreditur yang akan diminta memberikan pinjaman siaga. Saat ini, pemerintah masih dalam taraf berunding dengan beberapa calon kreditur seperti Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia, dan lembaga internasional lain. "Kami belum ada pembicaraan final, belum ada konfirmasi dan belum ada komitmen. Saya kira kreditornya tak jauh dari tahun sebelumnya," katanya.
Meski sudah menyiapkan rencana untuk menarik pinjaman siaga, Rahmat bilang, pemerintah hanya akan menggunakan pinjaman siaga ini jika dibutuhkan. Berdasarkan pengalaman saat terjadi krisis 2008, pemerintah tidak menarik pinjaman siaga seperti ini. Pasalnya, meski kondisi sulit, tapi pemerintah masih bisa menarik pinjaman dari pasar.
Pemerintah harus menyediakan duit dalam jumlah besar untuk menambal defisit tahun ini yang mencapai Rp 190 triliun. Angka defisit ini belum ditambah dengan batalnya rencana kebijakan menaikkan tarif listrik pada tahun ini sebesar 10%. Padahal dari sisi penerimaan pajak tak bisa naik drastis. n
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News