Reporter: Hafid Fuad | Editor: Edy Can
JAKARTA. Pemerintah menilai, beleid khusus soal percepatan pembangunan daerah tertinggal (PPDT) tak diperlukan. Alasan mereka, Rancangan Undang-Undang (RUU) PPDT) usulan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu tumpang tindih dengan aturan lain.
Arif Zudan Fakhrullah, Kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri menjelaskan, pihaknya meminta agar materi bakal beleid itu digabung saja dengan materi revisi UU Pemerintah Daerah yang sedang dibahas di DPR. Memang, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah memberikan izin pembahasan RUU PPDT itu.
Namun, kementerian yang terlibat untuk membuat daftar inventaris masalah (DIM) masih belum sepakat soal beberapa pasal. Ambil contoh, soal penentuan kategori daerah tertinggal; apakah berdasarkan ukuran pendapatan daerah atau penduduknya. Selain itu, cakupan administratif daerah tertinggal juga masih menjadi silang pendapat; apakah kabupaten atau kecamatan.
Menurut Zudan, Kemdagri mengusulkan wilayah administrasi daerah tertinggal setingkat kabupaten sesuai dengan Undang-Undang Pemerintahan Daerah. Sebab, induk aturan PPDT itu pada dasarnya terdapat dalam beleid pemerintahan daerah tersebut. "Makanya usulan kami digabungkan saja beleid itu sehingga tinggal dilengkapi dalam bab baru," ujar Zudan, akhir pekan lalu.
Zudan menambahkan, dalam bakal beleid PPDT itu, DPR mengusulkan wilayah tertinggal dibagi dalam tiga kategori: yakni tinggi, sedang, dan rendah. Daerah tertinggal berkategori tinggi akan mendapatkan anggaran dari APBN dan APBD Provinsi, sedangkan daerah tertinggal kategori sedang bisa mendapatkan anggaran dari APBN plus 5% anggaran belanja APBD.
Sementara daerah kategori rendah, selain memperoleh dana dari APBN juga ditambah 3% anggaran belanja APBD. Sebelumnya, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional Armida Alisjahbana juga menyatakan khawatir RUU PPDT akan tumpang tindih dengan aturan lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News