CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Pemerintah Indonesia dinilai belum memerlukan fasilitas SDR dari IMF, ini alasannya


Rabu, 04 Agustus 2021 / 20:16 WIB
Pemerintah Indonesia dinilai belum memerlukan fasilitas SDR dari IMF, ini alasannya
ILUSTRASI. Karyawati menunjukkan mata uang Yuan di salah satu tempat penukaran valuta asing di Jakarta, Senin (30/11). Pemerintah Indonesia dinilai belum memerlukan fasilitas SDR dari IMF, ini alasannya


Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) melakukan upaya untuk menyelamatkan perekonomian global dan negara-negara dari dampak negatif pandemi Covid-19. 

Dewan Gubernur IMF menyetujui tambahan alokasi umum hak penarikan khusus atau Special Drawin Rights (SDR) sebesar SDR 456 miliar atau setara US$ 650 miliar untuk meningkatkan likuiditas global. 

Sekitar SDR 193 miliar atau setara US$ 275 miliar ini nantinya akan diberikan kepada pasar negara berkembang, termasuk negara berpenghasilan rendah. 

Kepala ekonom Bank Permata, Josua Pardede, mengapresiasi hal ini. Josua bilang, ini merupakan kabar baik bagi kondisi likuiditas Indonesia. Namun, saat ini Indonesia dirasa tidak perlu memanfaatkan fasilitas ini. Pasalnya, likuiditas Indonesia saat ini masih besar. 

Baca Juga: Ini alasan lengkap Kementerian Keuangan cegah Bambang Tri ke luar negeri

“Likuiditas kita masih ample (banyak). Sekalipun di tengah pandemi, masih ada arus modal asing yang masuk, kondisi ekspor juga baik, sehingga pasar keuangan masih stabil,” ujar Josua kepada Kontan.co.id, Rabu (4/8). 

Likuiditas yang ada saat ini masih bisa untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Buktinya, BI bisa menggunakan triple intervention dan menggunakan kebijakan local currency settlement (LCS). 

Dari kondisi perekonomian pun, meski banyak lembaga internasional dan bahkan pemerintah maupun Bank Indonesia (BI) sendiri meramal pertumbuhan ekonomi lebih rendah dari perkiraan semula, tetapi sebenarnya Indonesia masih bisa berdaya. 

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dipandang masih mampu menopang kebutuhan selama ini. Apalagi, kabar baik penerimaan negara pada semester I-2021 mencapai Rp 886,9 triliun atau tumbuh 9,1% dari periode sama tahun 2020. Realisasi ini bahkan setara dengan 50,9% dari target Rp 1.743,6 triliun. 

Baca Juga: Seluruh komponen cadangan devisa Juli 2020 naik, monetary gold sumbang tertinggi



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×