Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pemerintah seharusnya lebih dulu menuntaskan renegosiasi kontrak tambang dengan PT Freeport Indonesia sebelum memutuskan ambil bagian dalam divestasi 10,64% saham. Sebab, selain harga penawaran yang tidak wajar, keputusan divestasi ini nantinya bakal terkait dengan kegiatan operasi tambang pasca 2021.
Simon Sembiring, Pengamat Pertambangan mengatakan, apabila tawaran divestasi diambil maka posisi pemerintah akan sulit. Tidak ada pilihan bagi pemerintah selain memberikan perpanjangan operasi pada Freeport pasca 2021 untuk mengembalikan modal pembelian 10,64% saham senilai US$ 1,7 miliar.
Sementara, perpanjangan operasi tambang bagi Freeport belum tentu memberikan manfaat lebih besar bagi negara mengingat proses renegosiasi kontrak yang diamanatkan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara selalu menemui jalan buntu.
"Fokus pemerintah harus tetap pada amandemen kontrak agar bisa meningkatkan penerimaan negara," ujar dia dalam diskusi tentang menimbang untung rugi perpanjangan izin tambang Freeport, Kamis (21/1).
Menurut Simon, selama ini rasio rata-rata penerimaan negara baik dari pajak maupun royalti hanya 38:62 dari keuntungan bersih Freeport. Sebab itu, pemerintah harus bisa memaksa perusahaan tersebut merevisi kontraknya sesuai dengan amanat UU Minerba.
Misalnya saja, pemberlakuan royalti emas 3,75% yang diberlakukan surut mulai tahun 2010, pembagian dividen langsung sebanyak 10% dari hasil keuntungan ke pusat dan daerah, peningkatan barang dan jasa dalam negeri, pemurnian mineral, serta pengutamaan tenaga kerja lokal.
Ia menambahkan, pemerintah juga perlu mereview peraturan divestasi saham dalam PP Nomor 77/2014 yang hanya mewajibkan pelepasan saham 30% untuk perusahaan pemilik tambang bawah tanah. "Tidak kaitannya metode penambangan mau bawah di bawah tanah maupun di atas langit, penguasaan nasional harus tetap 51% saham," tutur Simon.
Tony Wardoyo, anggota Komisi VII DPR RI mengatakan, pihaknya meminta pemerintah untuk tidak menerima tawaran divestasi tersebut karena tidak menguntungkan. Politisi PDI Perjuangan juga tengah mengupayakan dengan pemerintah daerah di Papua agar juga tidak mengambil penawaran ini.
Menurut dia, sesuai dengan UU Minerba sejatinya pemerintah daerah memiliki hak dividen atawa golden share apabila renegosiasi kontrak bisa dituntaskan. "Karenanya kami ingin mengundang pemerintah daerah rapat di DPR untuk meminta masukan sehingga kondisi di Papua juga tetap kondusif," ujar dia.
Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM mengatakan, proses renegosiasi dengan perusahaan tambang termasuk Freeport masih tetap berjalan. Menurut dia, poin yang masih belum dapat mencapai kesepakatan dalam renegosiasi yakni terkait penerimaan negara seperti pajak bumi dan bangunan (PBB).
Terkait tawaran divestasi, Bambang memastikan pemerintah tidak akan mengambil kesempatan untuk mengakuisisi 10,64% saham Freeport. "Pemerintah tidak akan beli, karena memang tidak ada dalam perencanaan APBN," ujar Bambang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News