Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pemerinrah pede dengan realisasi penerbitan utang tahun 2015. Pemerintah belum berminat untuk membuat pembiayaan cadangan (standby loan) baru di tahun ini.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (PPR) Kementerian Keuangan (Kemkeu), Robert Pakpahan mengatakan, hingga tahun lalu pemerintah memiliki standby loan aktif hingga US$ 5 miliar.
Jumlah tersebut berasal dari World Bank sebesar US$ 2 miliar, Australia US$ 1 miliar, Japan Bank for International Cooperation (JBIC) US$ 1,5 miliar, dan Asian Development Bank (ADB) US$ 500 juta.
Dari dana siaga yang aktif tersebut, pemerintah mengaku sudah menarik dari World Bank dan ADB karena bunganya yang lebih murah.
Sementara itu lanjut Robert, dana siaga dari Australia dan Jepang belum sama sekali ditarik. Adapun dua pinjaman tersebut juga telah melewati batas waktu aktifnya atau kadaluarsa sehingga tidak dapat ditarik pemerintah.
"Juli 2013 waktu quantitative easing dihilangkan standby loand diaktifkan untuk menghadapi turbulensi. Tapi lambat laun lelang domestik demandnya tinggi," kata Robert, Senin (4/1).
Lebih lanjut menurut Robert, pemerintah masih pede dengan data-data ekonomi makro saat ini yang mengalami perbaikan. Hal tersebut dapat meningkatkan kepercayaan investor terhadap utang Indonesia.
Selain itu, basis investor utang Indonesia semakin meluas. Apalagi dari investor utang domestik yang ditunjukkan dengan kelebihan pemintaan setiap penerbitan surat utang termasuk untuk ritel. Hal itu pula yang menjadi alasan pemerintah menambah porsi surat utang ritel di tahun ini. Di sisi lain, rasio utang pemerintah terhadap produk domestrik bruto (PDB) juga masih dalam batas aman, yaitu 27%.
Sebagai pengganti standby loan tersebut, pemerintah juga telah menerbitkan prefunding 2016 sebesar US$ 3,5 miliar dari penerbitan surat utang berdenominasi dollar Amerika Serikat dan Rp 15 triliun dari private placement.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News