Reporter: Bambang Rakhmanto | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Pemerintah mengisyaratkan jika terjadi pembatalan maupun pengunduran program BBM bersubsidi dapat memicu membengkaknya anggaran subsidi. Subsidi yang akan digelontorkan pemerintah untuk menutupi kekurangan itu sebesar Rp 3 triliun.
Menteri keuangan Agus Martowardojo menjelaskan akan terjadi kerugian Rp 250 miliar tiap bulannya jika terus menunda pembatasan BBM bersubsidi. "Jika dihitung rata-rata setahunnya adalah Rp. 3 triliun,“ terang Agus, dua hari lalu.
Berdasarkan data dirjen anggaran, defisit yang telah ditetapkan pemerintah dengan DPR RI sebesar 124,7 triliun. Sedangkan dana subsidi yang telah dianggarkan untuk BBM adalah sebesar Rp 95 triliun.
Perhitungan subsidi ini perlu dilakukan karena Pemerintah kembali menegaskan kebijakan pembatasan BBM bersubsidi di wilayah Jabodetabek mulai April 2011 masih belum final. Agus menjelaskan dirinya tidak serta merta dapat melakukan pembatasan, hal ini harus diskusikan bersama akademisi dan komisi VII DPR.
"Saya rasa agenda yang ada, pemerintah bersama akademisi akan menyusun suatu studi tentang efektivitas dari system pengendalian. Kemudian akan membawa itu ke komisi VII," tambahnya.
Lebih lanjut, Agus Marto menjelaskan jika dalam kajian itu tingkat keberhasilan besar maka sudah pasti disetujui oleh DPR. "Jika dalam kajian itu tingkat keberhasilan akan tinggi, maka saya rasa dalam forum pertemuan dengan DPR akan mendapat perhatian," papar Agus.
Agus sendiri berharap pembatasan dapat dilakukan sesuai jadwal, akan tetapi dirinya membenarkan perlunya ada kajian lebih lanjut untuk lebih menepat sasaran kan subsidi BBM.
"Kita dari Kemenkeu memang berharap sesuai dengan rencana pada April bisa dieksekusi. Tapi sistem pengendalian BBM bersubsidi itu harus betul-betul tepat sasaran. Kita mengharapkan bentuk penetapan adalah yang betul-betul tepat sasaran sehingga tidak menjadi seperti yang kita harapkan," ucapnya.
Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan Pemerintah kembali menegaskan kebijakan pembatasan BBM bersubsidi di wilayah Jabodetabek mulai April 2011 masih belum final. Jika asumsi-asumsi khususnya terkait harga minyak berubah, pemerintah tidak akan memaksakan kebijakan itu.
hingga saat ini pemerintah masih menunggu satu kajian final yang sedang disusun pokja sosial-ekonomi bersama tiga universitas negeri di Indonesia, yakni ITB, UI dan UGM, terkait dampak kebijakan ini.
“Kalau studinya mengatakan dari sisi kesiapannya masih perlu waktu, kenapa harus dipaksakan? Tapi jangan diartikan pemerintah plin plan, saya enggak suka begitu. Kita ini makhluk yang berpikir, asumsi-asumsi bisa berubah. Tapi secara logika, pembatasan itu adalah alternatif yang baik,” papar Hatta.
Menurut Hatta kebijakan ini adalah agar pemberian subsidi tepat sasaran. Segala perubahan mulai dari harga minyak, laju inflasi hingga ketahanan pangan domestik juga diperhitungkan.
“Niat kita itu subsidi tepat sasaran, untuk mengurangi kebocoran. Salah satu yang dipikirkan adalah pembatasan itu. Tapi semua itu kembali lagi pada studi itu. Itu penting agar tidak menimbulkan distorsi pada ekonomi kita. BBM mempunyai kontribusi besar dalam inflasi dan juga merupakan bagian besar dari hajat hidup masyarakat kita,” terangnya.
Pergerakan harga Pertamax saat ini, lanjutnya, juga menjadi pertimbangan pemerintah. Pasalnya, jika disparitas harga antara BBM bersubsidi (premium) dan non-subsidi (pertamax) berbeda jauh, maka kuota premium diyakini akan membengkak dan akan berujung pada subsidi yang juga membengkak.
“Kalau harga pertamax tinggi orang akan migrasi dan kuota [premium] membengkak, subsidi akan membengkak juga. Itu jadi salah satu pertimbangan. Tapi tentu saya harapkan tidak terjadi begitu,” jelas Hatta.
Terkait dengan desakan banyak pihak untuk menaikkan harga premium, Hatta mengatakan hal itu tidak bisa serta-merta dilakukan karena akan langsung berdampak pada masyarakat miskin.
“Banyak yang mengatakan pemerintah naikkan saja harga BBM. Jangan gegabah, itu bisa menimbulkan distorsi besar, menimbulkan inflasi, kenaikan harga-harga pangan dan masyarakat miskin bisa langsung terkena,” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News