Reporter: Narita Indrastiti, Herlina KD, Dea Chadiza Syafina, | Editor: Edy Can
JAKARTA. Tarik ulur opsi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi semakin sengit. Seluruh fraksi satu suara kecuali Fraksi Partai Demokrat untuk tidak mencabut pasal 7 ayat 6 Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012 yang melarang kenaikan harga BBM bersubsidi.
Sebenarnya, pemerintah telah menawarkan jalan tengah melalui pasal 7 ayat 6 A RUU APBNP yang mengakomodir ruang kenaikan harga BBM bersubsidi tapi rupanya fraksi-fraksi di DPR belum satu suara. Ketua DPR RI Marzuki Alie menjelaskan, berdasarkan pandangan fraksi-fraksi, seluruh fraksi menyatakan tidak mengubah pasal 7 ayat 6.
Sejak rapat badan anggaran hingga sidang paripurna ini, tiga fraksi yaitu PDIP, Gerindra dan Hanura konsisten menolak kenaikan harga BBM bersubsidi dan menolak pasal 7 ayat 6 A yang membuka ruang kenaikan harga BBM bersubsidi. Tapi, di luar Fraksi Demokrat, lima fraksi lainnya masih belum satu suara dalam menentukan sikapnya.
Anggota Fraksi PAN Tjatur Sapto Edi mengungkapkan fraksinya memahami kenaikan subsidi energi menjadi Rp 225 triliun, dengan rincian Rp 178 triliun subsidi energi, Rp 65 triliun subsidi listrik dan Rp 23 triliun cadangan risiko energi. Karenanya, Tjatur bilang fraksi PAN mendukung langkah pemerintah untuk menaikkan harga BBM.
Hanya saja, "Fraksi PAN mengusulkan ketentuan bagi pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM bersubsidi jika kenaikan atau penurunan harga ICP pasal 7 ayat 6 A sebesar 15%," ujarnya dalam sidang paripurna DPR RI Jumat (30/3).
Hampir sama dengan Fraksi PAN, Fraksi PPP juga memiliki usulan untuk rumusan pasal 7 ayat 6 A. Sekretaris Jenderal Fraksi PPP Romihurmuzy mengungkapkan, fraksinya mengusulkan syarat kenaikan harga BBM bila harga minyak mentah Indonesia naik 10% dari asumsi yang dipatok pemerintah. Tapi, "PPP menghimbau kenaikan harga BBM ditunda sampai kondisi masyarakat siap," ungkapnya.
Fraksi PKB juga mengemukakan pendapat yang serupa. Juru bicara Fraksi PKB M Toha menjelaskan fraksinya memilih untuk tidak menaikkan harga BBM bersubsidi. Nah, untuk mengakomodasi keinginan pemerintah, "Kami bersepakat pasal 7 ayat 6 tidak dihapus dan kemudaian ditambah pasal 7 ayat 6 A," jelasnya.
Nah, dalam butir 6 A ini, fraksi PKB mengusulkan agar besaran perubahan harga minyak mentah Indonesia 17,5% dari asumsi sebagai patokan pemerintah untuk bisa menyesuaikan harga BBM.
Fraksi PKS dan Golkar yang awalnya mendukung kenaikan harga BBM pun kini berubah haluan. Juru bicara Fraksi PKS Lukman Hakim memandang ruang fiskal yang ada masih memungkinkan pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM bersubsidi. Makanya, "PKS menolak kenaikan harga BBM bersubsidi," jelasnya.
Fraksi PKS mengusulkan, dalam poin pasal 7 ayat 6 A, penyesuaian harga BBM bersubsidi dimungkinkan jika harga ICP mengalami perubahan 20%. Perubahan harga ICP yang dimaksud dihitung rata-rata 90 hari.
Fraksi Golkar juga menilai penambahan subsidi energi sudah cukup besar. Juru Bicara Fraksi Golkar Ahmadi Noor Supit mengungkapkan, Golkar menolak kenaikan harga BBM. "Kewenangan kenaikan harga BBM ada di pemerintah tetapi untuk saat ini kami menganggap hal itu tidak perlu dilakukan," ujarnya.
Untuk perubahan pasal 7 ayat 6 A, Golkar mengusulkan pemerintah diberi ruang untuk menyesuaikan harga BBM ketika perubahan besaran ICP rata-rata waktu berjalan sebesar 15% dari asumsi. "Rata-rata waktu berjalan ini adalah realisasi harga selama enam bulan terakhir," kata Ahmadi.
Karena pendapat fraksi terkait dengan pasal 7 ayat 6 A masih beragam, Marzuki memutuskan untuk membawanya ke forum lobi partai. "Pendapat fraksi harus kita formulasikan dalam forum lobi," jelasnya.
Hingga berita ini diturunkan, forum lobi antar fraksi masih berjalan. Rapat paripurna akan dilanjutkan setelah lobi fraksi usai.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News