Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memperkirakan arah kebijakan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed lebih terbatas pada 2025. Hal ini sejalan dengan kondisi inflasi di AS yang diperkirakan turun lebih lambat.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan berdasarkan hitungan BI The Fed akan menurunkan suku bunga acuan atau Federal Funds Rate (FFR) hanya sebesar 50 basis poin (bps) sebanyak dua kali atau masing-masing 25 bps.
“Perkirakan semula turun 75-100 bps atau sebanyak 3 hingga 4 kali, sementara perkiraan kami terkini hanya turun 50 bps, dua kali saja tahun depan,” tutur Perry dalam konferensi pers, Rabu (20/11).
Baca Juga: BI Prediksi Kebijakan Perdagangan Baru AS di Bawah Trump Perlambat Ekonomi Global
Sejalan dengan itu, Perry juga meramal defisit AS akan melebar pada tahun depan menjadi 7,7% dari produk domestik bruto (PDB), dari perkiraan sebelumnya hanya sebesar 6,5% dari PDB.
Dengan defisit fiskal yang melebar tersebut, maka AS harus menerbitkan utang lebih banyak. Artinya imbal hasil US Treasury yang awalnya sudah mulai turun, saat ini sudah kembali meningkat, baik yang jangka pendek maupun panjang.
“Prediksi kami US Treasury dua tahun tempo hari pernah 3,7%-3,8%, sekarang sudah 4,3% untuk yang dua tahun. Padahal itu kemungkinan juga akan naik tahun depan jadi 4,5%. Sementara yang 10 tahun tempo hari sudah turun, sekarang kembali naik 4,4%. Tahun depan kemungkinan bisa naik 4,7%,” ungkapnya.
Baca Juga: Tekanan Fiskal Terkendali, Rupiah Diproyeksi Menguat di Akhir Tahun
Sejalan terbatasnya penurunan suku bunga AS, dan meningkatnya imbal hasil US Treasury maka investor global diperkirakan berbalik preferensi ke AS karena dinilai lebih menguntungkan.
“Karena investasi portofolio di AS yield US Treasury tinggi, sehingga kembali ke sana, dan semua itu membuat dolar menguat. Tempo hari dolar pada RDG bulan lalu mengarah ke 101, sekarang sudah 106, bahkan lebih tinggi,” tutur Perry.
Perry mengaku masih terus memantau dampak kondisi tersebut terhadap perekonomian dalam negeri, untuk menentukan respons yang akan dilakukan ke depannya.
Baca Juga: Kemenangan Trump Diperkirakan Batasi Masuknya Aliran Modal Asing ke Indonesia?
“Dolar terhadap mata uang utama yang sudah melemah ke 103 bahkan mengarah ke 101, kembali mengarah menguat tajam pasca pemilu, bahkan 106,5. Ini mulai mengarah pada keseimbangan baru. Ini yang terus kami pantau untuk menentukan respons kita,” tandasnya.
Selanjutnya: Presiden Prabowo Tiba di Inggris, akan Bertemu Raja Charles III dan PM Keir Starmer
Menarik Dibaca: 5 Fitur Windows Phone Link yang Hanya Dimiliki Samsung Galaxy
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News