Reporter: Rani Nossar | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Penolakan rencana pembangunan Pelabuhan Cilamaya di Kabupaten Karawang, Jawa Barat terus bergulir. Kali ini, penolakan datang dari PT Pupuk Kujang. Direktur Produksi Teknik dan Pengembangan PT Pupuk Kujang, Dana Sudjana mengatakan, proyek pembangunan Pelabuhan Cilamaya akan berdampak terhadap kelangsungan operasional Pupuk Kujang. Pasalnya, proyek Pelabuhan Cilamaya membuat pasokan gas yang selama ini diperoleh dari Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE-ONWJ) akan terhenti.
"Karena tidak ada pasokan gas yang menjadi bahan baku pembuatan pupuk urea, maka otomatis produksi urea Pupuk Kujang juga akan terhenti," kata Dana, Kamis (19/3).
Akibatnya sangat luar biasa. Petani di Jawa Barat, termasuk Karawang yang selama ini menjadi lumbung padi nasional akan menjerit, karena tidak ada lagi pasokan pupuk urea yang mereka butuhkan. Selama ini, lanjut Dana, kebutuhan urea bersubsidi untuk petani di wilayah Jawa Barat dipasok oleh Pupuk Kujang. Pasokan urea bersubsidi tersebut sekitar 600.000 ton per tahun.
“Tentunya hal tersebut akan mengganggu program pemerintah terkait kedaulatan pangan,” ujar Dana.
Selain mengancam petani dan ketahanan pangan nasional, terhentinya aktivitas produksi Pupuk Kujang juga berdampak terhadap para karyawan, pedagang atau pemasok pupuk, serta stakeholders lain. “Mereka juga akan terkena dampak kehilangan mata pencaharian,” cetusnya.
Tidak hanya itu, banyak industri lain sepanjang jalur pipa gas sampai dengan Cilegon juga akan merasakan dampak yang sama. Hal ini terjadi karena pengguna gas bukan hanya Pupuk Kujang. "Bisa dibayangkan, bahwa gelombang PHK pun akan menerpa berbagai industri," ujar Dana.
Dana pun menyarankan agar pemerintah memindahkan rencana pelabuhan ke tempat lain yang tidak mempunyai dampak terhadap infrastruktur gas yang ada di sekitar Cilamaya. “Mungkin geser ke arah timur seperti Cirebon,” ungkapnya.
PLN juga terkena dampak
Terganggunya pasokan gas dari PHE-ONWJ sebagai akibat pembangunan Pelabuhan Cilamaya juga berdampak terhadap operasional PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Kepala Divisi Minyak dan Gas Bumi PLN, Suryadi Mardjoeki mengatakan, beban PLN akan semakin berat karena ada beban biaya tambahan sebagai konsekeunsi pengalihan dari gas PHE-ONWJ ke LNG (liquefied natural gas).
Besarnya beban itu sangat luar biasa. Sebagai gambaran, lanjutnya, selisih harga antara harga gas LNG dan PHE-ONWJ sekarang sekitar US$ 5 per mmbtu (million british thermal unit). Artinya, jika volume yang dibutuhkan 120 bbtud (billion british thermal unit per day), maka beban biaya tambahan yang harus dikeluarkan adalah US$ 600.000 per hari. Dengan kurs saat ini sekitar Rp 13.000 per US$, maka PLN akan menaggung kerugian sebesar Rp 234 miliar per bulan atau sekitar Rp 2,8 triliun per tahun. “Sudah pasti ini sangat memberatkan bagi PLN,” katanya.
Dampak buruk lain juga menanti bila saja pasokan LNG tidak berjalan lancar. Karena dengan demikian, maka PLN juga tidak bisa memasok listrik ke wilayah ibu kota. “Jakarta akan gelap-gulita,” kata Suryadi.
Untuk menghindari dampak tersebut, Suryadi juga menyarankan agar rencana Pelabuhan Cilamaya dipindahkan ke Cirebon. “Kalau bisa digeser ke Cirebon lebih bagus karena di sana juga akan ada rencana pembangunan pembangkit di Sunyaragi sehingga dekat dengan pusat beban baru pelabuhan peti kemas tersebut,” ujar Suryadi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News