kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pelabuhan Cilamaya ancam ketahanan pangan


Kamis, 26 Februari 2015 / 14:26 WIB
 Pelabuhan Cilamaya ancam ketahanan pangan
ILUSTRASI. Panna cotta, salah satu jenis dessert terkenal asal Italia


Reporter: Rani Nossar | Editor: Rizki Caturini

Rencana pembangunan Pelabuhan Cilamaya di Karawang dinilai akan mengancam kedaulatan pangan nasional. Pasalnya, Cilamaya sebagai salah satu kecamatan di Karawang mempunyai peranan penting dalam sektor pertanian.

Wilayah utara Karawang tersebut selama ini sebagai pemasok utama padi dan bahan pangan bagi Karawang dan Jawa Barat. Lahannya yang datar dengan pasokan air yang cukup membuat Cilamaya menjadi primadona Karawang dalam hal penyuplai padi dan hasil pertanian lainnya

Pakar agronomi yang juga aktivis lingkungan hidup, Emmy Hafidz, mengatakan, Kabupaten Karawang Jawa Barat akan kehilangan 150.000 hektar lahan pertanian per tahun atau 650.000 hektar selama lima tahun, jika pemerintah tetap membangun Pelabuhan Cilamaya.

Menurut Emmy, hilangnya lahan pertanian tersebut akibat konversi lahan menjadi perumahan dan industri, sehingga mengancam ketahanan pangan nasional Indonesia.

Maka itu, ia berpandangan proyek ini harus dihentikan. "Jika tidak, akan sangat berbahaya bagi kedaulatan pangan Indonesia," kata Emmy dalam siaran persnya, kemarin.

Bila itu terjadi tentu bertolak belakang dengan target Presiden Joko Widodo yang akan mencetak 1 juta hektare lahan pertanian baru dalam waktu lima tahun. Menurut Emmy, bagaimana mungkin pemerintah akan membuka lahan baru, jika yang sudah ada dan jelas sangat berkualitas saja akan dikorbankan demi pelabuhan.

Emmy mengingatkan, Karawang merupakan “periuk nasi” bangsa Indonesia, karena produksi beras Karawang merupakan yang terbesar dan terbaik di tanah air. Bahkan, beras dengan kualitas nomor satu pun dihasilkan dari wilayah ini. “Kalau pun ada pencetakan lahan baru, belum tentu menyamai kualitas dan produktivitas lahan pertanian di Karawang,” katanya.

Menurut Emmy, ancaman itu tidak main-main. Hingga saat ini saja, sudah dipastikan banyak spekulan yang sudah mengincar tanah di daerah tersebut. Dan begitu pembangunan dimulai, maka transaksi atas lahan pertanian secara besar-besaran akan terjadi.

Hal itu, lanjut Emmy, persis seperti Cengkareng yang dahulu dikenal sebagai hutan mangrove di kawasan utara Jakarta. Namun begitu bandara dibangun, maka mangrove semakin habis sehingga saat ini hanya menyisakan 25 hektare saja.

Emmy mendesak, agar berbagai kajian yang dilakukan terkait Pelabuhan Cilamaya harus memasukkan bahasan mengenai pertanian di Karawang. Tidak hanya kajian yang dilakukan Menko Kemaritiman Indroyono Soesilo, namun juga Amdal yang saat ini pun sebenarnya masih bermasalah.

Selain pertanian, sektor peternakan juga akan terganggu. Pakar ternak ruminansia kecil IPB, M. Yamin mengatakan, kondisi alam di Cilamaya dan Karawang yang menjadi lumbung padi nasional sangat mendukung bagi ternak domba dan kambing. “Untuk padi saja bagus, apalagi untuk ternak,” kata Yamin.

Bila Pelabuhan Cilamaya dipaksakan tentu mengganggu peternakan di daerah tersebut. “Kalau tidak ada lagi hijauan pakan ternak, peternakan rakyat lama kelamaan tentu mati,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×