Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Setelah sempat menggantung, RUU pengampunan pajak atawa tax amnesty tak lama lagi akan dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Rencananya: awal April nanti, pembahasan akan dimulai.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Subagyo memastikan, pembahasan RUU tax amnesty dimulai awal April, setelah masa reses berakhir. "Kami pastikan akan membahas RUU tax amnesty," tandas Firman, Rabu (16/3) kepada KONTAN.
Dari dokumen RUU pengampunan pajak yang diperoleh KONTAN, ada sejumlah pasal yang berpotensi menimbulkan kontroversi saat pembahasan. Pertama, pemerintah tak mewajibkan penarikan dana ke sistem keuangan dalam negeri atau repatriasi. Repatriasi hanya menjadi pilihan alias opsional. Wajib pajak bisa membawa pulang atau tidak duitnya, terserah pemilik dana.
Kedua, tarif pengampunan pajak supermurah yakni hanya 1% hingga 3% dari harta yang tak dilaporkan, jika pemilik harta melakukan repatriasi. Dan, 2%, 4% dan 6% jika pemilik dana tidak melakukan repatriasi dana.
Tarif tebusan tersebut dinilai terlalu kecil jika dibandingkan dengan tarif pajak yang dinikmati para pembayar pajak pribadi taat yang tarifnya mulai 5% hingga 30%, tergantung penghasilan pribadi.
Padahal, kebijakan pengampunan pajak ini untuk menutup kekurangan penerimaan negara tahun ini yang terancam shortfall Rp 290 triliun. Bagi Firman, politisi yang juga partai Golkar, beleid itu diperlukan karena saat ini pemerintah sulit mencapai target penerimaan pajak untuk tahun 2016.
Jika terus menggantung, fiskal pemerintah akan semakin rentan karena sumber penerimaan tak pasti.
Meski begitu, anggota DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Andreas Eddy Susetyo mengatakan, fraksinya akan sangat berhati-hati dalam pembahasan RUU tax amnesty.
Terutama mengenai target penerimaan pajak dari kebijakan ini yang bisa mencapai Rp 200 triliun. Menurutnya, target itu masih terlalu tinggi.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai, menjadi langkat tidak tepat jika partai di DPR menggantung pembahasan RUU pengampunan pajak.
Kata dia, para politisi di DPR sebaiknya memastikan tax amnesty menjadi produk peraturan yang berkualitas. Meski begitu, Prastowo menilai tarif tebusan dalam RUU sangat rendah. "Tarif wajarnya minimal 6%," kata dia.
Adapun pengusaha properti Eddy Ganefo tidak ambil pusing dengan pro kontra tax amnesty. Pengampunan pajak baik bagi pengusaha selama tidak menabrak aturan lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News